Rumah. Kamis, 28 Feb 2013.
Awalnya hanya iseng menghabiskan waktu, maka pada hari
itu saya pergi ke toko buku yang terletak di salah satu pusat perbelanjaan.
Setelah berputar mencari buku, pilihan saya pun sudah ada 2 buku yang kira –
kira bagus menurut saya untuk dibaca. Saya pun bergegas menuju kasir, sambil
menuju kasir, entah mengapa kaki saya seperti menuntun untuk berjalan menyusuri
rak – rak buku kembali. Kaki saya pun seperti berhenti di suatu rak dan mata
saya tertuju pada salah satu deretan buku yang dipajang di rak tersebut. Cover
buku tersebut terdapat potongan gambar beberapa pinguin. Buku itu berjudul “Jalan – Jalan Ke Antartika, Kisah Peneliti
Indonesia Pertama di Antartika”. Terus terang saya sangat tertarik dengan
kutub karena dari kecil saya penggemar film kartun pingu. Sekilas saya baca
resensi buku tersebut, dan saya pun jadi benar – benar tertarik untuk membeli.
Dan benar saja, saya merinding dibuatnya. Tidak dapat
membayangkan bagaimana kondisi alam dan manusianya di waktu sekarang dan yang
akan datang. Jadi di kesempatan kali ini, dengan tidak mengurangi rasa hormat
dan kagum saya kepada penulis sekaligus peneliti pertama Indonesia yang ke
Antartika, Bapak Dr. Agus Supangat –
dosen ITB Geofisika dan Meteorologi, saya akan coba menyampaikan dalam tulisan,
dengan merangkum bacaan dari buku ini yang merupakan inti dari masalah nyata
tentang kondisi kehidupan manusia di bumi sekarang dan di waktu yang akan
datang. Semoga penulis berkenan.
Bumi memiliki 2 kutub, utara dan selatan. Di kutub utara
yang biasa disebut Artik, merupakan wilayah lautan beku yang dikelilingi oleh
daratan. Walaupun kondisinya dingin, tetapi di sana terdapat kehidupan manusia,
karena suhu di sana memungkinkan adanya aktivitas manusia. Daratan wilayah
Artik antara lain meliputi wilayah utara Kanada, Greenland (wilayah Denmark),
Rusia, Islandia, Norwegia, Swedia, Finlandia dan Amerika Serikat. Tapi tidak
begitu dengan kutub selatan, di kutub selatan yang biasa disebut dengan benua
Antartika, merupakan wilayah daratan luas yang dikelilingi oleh lautan. Di sana
tidak memungkinkan adanya aktivitas kehidupan manusia, selain hewan – hewan
yang tahan terhadap suhu dingin ekstrim seperti pinguin, anjing laut dan gajah
laut. Suhu disana bervariasi antara 11
hingga minus 89 derajat Celcius. Benua Antartika dekat dengan benua
Australia, dan di pulau Tasmania, tepatnya di bandara Hobart, perjalanan itu
pun beliau dan para peneliti lainnya dimulai.
Mengapa penelitian untuk mengetahui tentang kondisi bumi
saat ini dilakukan di benua Antartika? Dalam buku ini dijelaskan bahwa benua Antartika
merupakan tempat paling baik untuk mencari tahu kondisi bumi, penyebab dan apa
yang akan terjadi di waktu yang akan datang, dikarenakan benua Antartika
merupakan tempat dengan tingkat polusi paling sedikit. Dan sangat penting untuk
mengetahui iklim bumi masa lampau, karena hasilnya dapat membantu menduga masa
depan bumi. Tapi walau begitu sangat disayangkan, ketika benua Antartika mulai
dijadikan objek wisata turis kaya dengan biaya 70 juta untuk satu kali
perjalanan kesana. Jumlah turis yang kesana sudah mencapai ratusan ribu orang.
Tentunya yang menjadi masalah adalah untuk membatasi ulah para turis dalam
menghasilkan limbah tentu tidak semudah membatasi para peneliti.
Ekspedisi Antartika ini diselenggarakan oleh Australia
dan diikuti oleh para peneliti yang terpilih dari berbagai negara. Sebenarnya
Pak Agus bukan satu – satunya peneliti dari Indonesia yang terpilih berangkat
dalam ekspedisi ini, ada Lucky yang juga merupakan peneliti yang terpilih untuk
menginjakkan kaki di benua Antartika. Mereka berdua merupakan pelopor dari
peneliti Indonesia berikutnya yang ikut terpilih untuk berpatisipasi di
ekspedisi Antartika.
Berita akan keberangkatan Pak Agus dan tim terdengar oleh
presiden Indonesia yang pada waktu itu dijabat oleh ibu Megawati. Seperti tidak
mau melewatkan momen berharga yang memang pada saat itu kondisi politik Indonesia
dan Australia sedang tidak bagus dengan berbagai isu yang ada, ibu Megawati dan
jajarannya menitipkan sebuah prasasti untuk diletakkan di kutub selatan, dimana
inti dari prasasti itu adalah sebagai simbol untuk mempererat hubungan kedua
negara tersebut.
Keberangkatan dari Jakarta tanggal 21 Januari 2002 menuju
Sydney – Australia, dari Sydney mereka melanjutkan ke Hobart – Tasmania dan
tinggal beberapa hari di Tasmania. Tanggal 26 Januari 2002 merupakan hari yang
paling mereka tunggu, dari pelabuhan Derwent dengan menggunakan kapal Aurora Australialis perjalanan mereka pun
dimulai. Sampai di benua Antartika, selain meletakkan prasasti, beliau juga
mengibarkan bendera Indonesia dan bendera ITB.
Dari beberapa hal yang dapat saya rangkum adalah bahwa salah satu penyebab perubahan
iklim yang paling nyata ada di benua Antartika, hal ini berkaitan dengan
pelelehan es dan sirkulasi arus global serta kenaikan permukaan air laut.
Gunung – gunung es meleleh, flora dan fauna nyaris musnah. Banyak terjadi badai
topan, dan pada saat yang bersamaan muncul kekeringan yang teramat sangat. Dan
Indonesia sebagai negara tropis, berdampak dengan makin kacaunya musim hujan
dan kemarau.
Perubahan iklim tersebut disebabkan oleh pemanasan global
yang merupakan efek rumah kaca. Istilah efek rumah kaca berarti bumi kita
seperti dilapisi oleh kaca yang berasal dari miliaran ton karbondioksida dan gas
panas buatan lainnya ke udara. Pemanasan ini menyebabkan perubahan arus laut
dunia, yang akan menyebabkan perubahan iklim secara tiba – tiba. Bahkan
perubahan iklim itu dapat berupa munculnya zaman es dalam ruang lingkup
regional.
AMISOR (Amery Ice
Shelf Ocean Research) menunjukkan bahwa setiap tahun lebih dari 500 gigaton
salju jatuh di benua Antartika. Jika turunnya salju tidak diimbangi dengan
aliran keluar dari Antartika, maka secara global rata – rata ketinggian
permukaan air laut akan turun sekitar 5 mm setiap tahunnya.
Peralihan antara air subtropis yang panas dan air kutub
yang dingin dikenal sebagai konvergensi Antartika yang kini dikenal dengan
istilah Front Kutub. Adapun arus sirkumpolar Antartika yang merentang sejauh
20.000 km dimana arus tersebut sangat lebar dan dalam, membuat arus tersebut
menjadi arus terbesar di semua samudra dunia. Aliran besar arus ini digerakkan
oleh angin – angin terkuat dibumi. Angin barat yang kuat diselingi oleh badai –
badai besar secara teratur mendorong pelaut menamakannya lintang selatan
sebagai Roaring Forties dan Furious Fifties. Angin kuat juga membentuk
gelombang – gelombang terbesar di planet ini.
Arus sirkumpolar Antartika memainkan peran unik dalam
sistem iklim bumi, dimana tiap cekungan samudra utama dunia ditutup oleh
daratan kecuali pada bagian selatannya. Arus ini berfungsi sebagai pipa yang
menghubungkan cekungan – cekungan tersebut. Dan arus ini membentuk pola
sirkulasi samudra global. Air di lintang tinggi menjadi dingin dan asin
sehingga cukup berat untuk tenggelam ke laut dalam. Air panas mengalir ke
daerah lintang tinggi untuk menggantikan air yang tenggelam tadi. Pergantian
air panas dan dingin membawa panas dari lintang rendah ke lintang tinggi akan
mendinginkan daerah lintang rendah dan memanaskan lintang tinggi sehingga iklim
bumi stabil.
Benua Antartika dan perairan sekitarnya sangat penting
artinya untuk dikaji karena Arus Lintas Indonesia berawal dari arus sirkumpolar
Antartika yang bergerak dari barat ke timur di dasar laut wilayah Antartika.
Arus sirkumpolar Antartika ini akan muncul ke permukaan di perairan samudra
pasifik selatan dekat wilayah Amerika Latin yang dikenal sebagai arus permukaan
pasifik. Arus ini bergerak memasuki perairan Indonesia dan dikenal dengan Arlindo. Dan selanjutnya arus ini
bergerak terus menuju samudra hindia terus ke samudra atlantik dan kemudia
menyusup kembali ke dasar perairan antartika.
Bumi sedang bergerak ke arah perubahan iklim yang sangat
berbahaya. Pak Agus bercerita bahwa dalam
penelitiannya menunjukkan bahwa pemanasan global menyebabkan lapisan es di
Antartika bagian barat sudah runtuh atau habis sama sekali. Permukaan air
laut sudah naik sekitar 10 sampai 15 meter. Mencairnya lapisan es kutub juga
terjadi akibat reaksi mekanisme yang dikenal sebagai “albedo flip” atau
pemanasan global yang memanaskan udara dan lautan, dan kemudian mencairkan
lapisan – lapisan es. Lapisan es berfungsi sebagai cermin yang memantulkan
kembali sinar matahari ke angkasa. Banyaknya
es yang mencair membuat lebih banyak panas matahari masuk ke lautan sehingga
memanaskan air dan meninggalkan pencairan es.
Dikatakan juga bahwa situasi ini bertambah buruk dengan
adanya pelepasan gas metana dan gas – gas beracun lainnya dari lapisan es abadi
bumi akibat pemanasan global. Miliaran ton metana memang tersimpan dalam bentuk
padat dibawah samudra. Memanasnya dunia bisa membuat gas tersebut lepas. Sejak
tahun lalu, metana di kutub utara sudah menggelembung. Mencairnya lapisan es
abadi akan melepaskan lebih banyak metana dan tak ada yang tahu kapan ia akan
mencair seluruhnya dan menjadi bencana besar.
Dalam hasil penelitiannya pun dikatakan bahwa sirkulasi
arus laut dunia merupakan indikasi awal terjadinya bencana iklim. Hasil
perhitungan dan simulasi model dengan bantuan komputer menunjukkan bahwa tahun
2100, sirkulasi arus hangat dunia akan melemah walaupun tak drastis.
Pendinginan ini akibat melambatnya sebagian sirkulasi arus laut dunia yang akan
mengganggu sebagian penghangatan permukaan laut dibelahan bumi utara seperti
Eropa akibat gas rumah kaca. Bahkan sirkulasi arus laut dapat berhenti atau
bahkan mungkin berbalik arah disalah satu belahan bumi jika pemanasan gas rumah
kaca cukup tinggi dan berlangsung cukup lama.
Belahan bumi selatan seperti Indonesia dan Australia akan
menjadi hangat akibat efek gas rumah
kaca, walaupun arus lautnya melemah. Hasil kajian memperkirakan bahwa tahun
2030 disebagian Indonesia dan Australia, temperatur rata – rata tahunan akan
naik 0,4 sampai 2 derajat Celcius lebih tinggi dari temperatur rata – rata
tahun 1990. Akibatnya terjadi peningkatan 10 – 50 persen jumlah hari dengan
suhu diatas 35 derajat Celcius dan penurunan 20 – 80 persen jumlah hari yang
beku pada musim dingin.
Cuaca akan menjadi ekstrim, badai tropis yang sangat
kuat, panas terik, tidak ada salju turun dan bahkan akan ada cuaca yang lebih
buruk lagi. Jika hal ini terjadi terus menerus maka akan sangat berdampak
kepada kehidupan manusia khususnya dimasa mendatang. Dan kunci sebenarnya adalah peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di
atmosfer. Peningkatan ini makin mendorong cepatnya perubahan sistem iklim
secara mendadak.
Dalam buku ini ada satu pembahasan mengenai kemauan bersama, dan saya setuju dengan
wacana tentang kemauan bersama. Sebenarnya kita sudah memiliki semua alat yang
dibutuhkan untuk memecahkan masalah krisis alam, yang kurang hanya kemauan
bersama. Dimana kerjasama, sinergi antara negara dan masyarakat sipil yang
dibutuhkan saat ini. Karena perubahan iklim tidak dapat diselesaikan oleh satu
individu atau negara saja. Seluruh penghuni bumi harus bahu – membahu. Dan
untuk itu diperlukan kemauan bersama.
Isu ini sudah menjadi isu Internasional, dimana
seharusnya setiap negara dapat merangkul warganya untuk peduli dan juga
menjalin hubungan baik antar negara guna mencari solusi terbaik. Tidak hanya
membahas tentang ekonomi dan politik.
Bahaya tentang perubahan iklim sudah jelas terlihat,
sebenarnya media sudah banyak menyampaikan pesan bahayanya pemanasa global
kepada masyarakat, seperti melalui bacaan dan film. Istilah Go Green sudah sering kita dengar
dimana – mana. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat dapat perpatisipasi untuk
peduli lingkungan. Misalnya saja dari hal yang sederhana yaitu tidak membuang
sampah sembarangan, mendaur ulang sampah plastik, menanam pohon, mematikan listrik
yang tidak digunakan, mematikan kran air atau shower yang tidak dipergunakan. Atau
yang agak lebih besarnya lagi misalnya Pemerintah dapat menggalakkan penggunaan
gas yang dapat merusak lapisan ozon, membatasi pembangunan gedung, menanam
hutan yang gundul, menggalakkan aturan dalam menebang pohon dan berpikir keras
bagaimana cara mengurangi sampah plastik.
Bagi saya pribadi, buku ini bukan hanya sekedar cerita
jalan – jalan, tetapi banyak memberikan informasi yang saya sendiri baru
mengerti sekarang. Banyak masyarakat yang bisanya hanya berteriak “go green”
tapi tidak benar – benar mengaplikasikan dalam kebiasaan hidupnya. Sesekali coba
tanyakan kepada diri sendiri, apa saja wujud yang sudah saya baktikan kepada
kehidupan, baik alam semesta dan manusia selama masih diberi nafas?
Semoga manfaat.
Salam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar