Minggu, 03 Maret 2013

Antartika - Agus Supangat


Rumah. Kamis, 28 Feb 2013.

Awalnya hanya iseng menghabiskan waktu, maka pada hari itu saya pergi ke toko buku yang terletak di salah satu pusat perbelanjaan. Setelah berputar mencari buku, pilihan saya pun sudah ada 2 buku yang kira – kira bagus menurut saya untuk dibaca. Saya pun bergegas menuju kasir, sambil menuju kasir, entah mengapa kaki saya seperti menuntun untuk berjalan menyusuri rak – rak buku kembali. Kaki saya pun seperti berhenti di suatu rak dan mata saya tertuju pada salah satu deretan buku yang dipajang di rak tersebut. Cover buku tersebut terdapat potongan gambar beberapa pinguin. Buku itu berjudul “Jalan – Jalan Ke Antartika, Kisah Peneliti Indonesia Pertama di Antartika”. Terus terang saya sangat tertarik dengan kutub karena dari kecil saya penggemar film kartun pingu. Sekilas saya baca resensi buku tersebut, dan saya pun jadi benar – benar tertarik untuk membeli.

Dan benar saja, saya merinding dibuatnya. Tidak dapat membayangkan bagaimana kondisi alam dan manusianya di waktu sekarang dan yang akan datang. Jadi di kesempatan kali ini, dengan tidak mengurangi rasa hormat dan kagum saya kepada penulis sekaligus peneliti pertama Indonesia yang ke Antartika, Bapak Dr. Agus Supangat – dosen ITB Geofisika dan Meteorologi, saya akan coba menyampaikan dalam tulisan, dengan merangkum bacaan dari buku ini yang merupakan inti dari masalah nyata tentang kondisi kehidupan manusia di bumi sekarang dan di waktu yang akan datang. Semoga penulis berkenan.

Bumi memiliki 2 kutub, utara dan selatan. Di kutub utara yang biasa disebut Artik, merupakan wilayah lautan beku yang dikelilingi oleh daratan. Walaupun kondisinya dingin, tetapi di sana terdapat kehidupan manusia, karena suhu di sana memungkinkan adanya aktivitas manusia. Daratan wilayah Artik antara lain meliputi wilayah utara Kanada, Greenland (wilayah Denmark), Rusia, Islandia, Norwegia, Swedia, Finlandia dan Amerika Serikat. Tapi tidak begitu dengan kutub selatan, di kutub selatan yang biasa disebut dengan benua Antartika, merupakan wilayah daratan luas yang dikelilingi oleh lautan. Di sana tidak memungkinkan adanya aktivitas kehidupan manusia, selain hewan – hewan yang tahan terhadap suhu dingin ekstrim seperti pinguin, anjing laut dan gajah laut. Suhu disana bervariasi antara 11 hingga minus 89 derajat Celcius. Benua Antartika dekat dengan benua Australia, dan di pulau Tasmania, tepatnya di bandara Hobart, perjalanan itu pun beliau dan para peneliti lainnya dimulai.

Mengapa penelitian untuk mengetahui tentang kondisi bumi saat ini dilakukan di benua Antartika? Dalam buku ini dijelaskan bahwa benua Antartika merupakan tempat paling baik untuk mencari tahu kondisi bumi, penyebab dan apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang, dikarenakan benua Antartika merupakan tempat dengan tingkat polusi paling sedikit. Dan sangat penting untuk mengetahui iklim bumi masa lampau, karena hasilnya dapat membantu menduga masa depan bumi. Tapi walau begitu sangat disayangkan, ketika benua Antartika mulai dijadikan objek wisata turis kaya dengan biaya 70 juta untuk satu kali perjalanan kesana. Jumlah turis yang kesana sudah mencapai ratusan ribu orang. Tentunya yang menjadi masalah adalah untuk membatasi ulah para turis dalam menghasilkan limbah tentu tidak semudah membatasi para peneliti.

Ekspedisi Antartika ini diselenggarakan oleh Australia dan diikuti oleh para peneliti yang terpilih dari berbagai negara. Sebenarnya Pak Agus bukan satu – satunya peneliti dari Indonesia yang terpilih berangkat dalam ekspedisi ini, ada Lucky yang juga merupakan peneliti yang terpilih untuk menginjakkan kaki di benua Antartika. Mereka berdua merupakan pelopor dari peneliti Indonesia berikutnya yang ikut terpilih untuk berpatisipasi di ekspedisi Antartika.

Berita akan keberangkatan Pak Agus dan tim terdengar oleh presiden Indonesia yang pada waktu itu dijabat oleh ibu Megawati. Seperti tidak mau melewatkan momen berharga yang memang pada saat itu kondisi politik Indonesia dan Australia sedang tidak bagus dengan berbagai isu yang ada, ibu Megawati dan jajarannya menitipkan sebuah prasasti untuk diletakkan di kutub selatan, dimana inti dari prasasti itu adalah sebagai simbol untuk mempererat hubungan kedua negara tersebut.

Keberangkatan dari Jakarta tanggal 21 Januari 2002 menuju Sydney – Australia, dari Sydney mereka melanjutkan ke Hobart – Tasmania dan tinggal beberapa hari di Tasmania. Tanggal 26 Januari 2002 merupakan hari yang paling mereka tunggu, dari pelabuhan Derwent dengan menggunakan kapal Aurora Australialis perjalanan mereka pun dimulai. Sampai di benua Antartika, selain meletakkan prasasti, beliau juga mengibarkan bendera Indonesia dan bendera ITB.

Dari beberapa hal yang dapat saya rangkum adalah bahwa salah satu penyebab perubahan iklim yang paling nyata ada di benua Antartika, hal ini berkaitan dengan pelelehan es dan sirkulasi arus global serta kenaikan permukaan air laut. Gunung – gunung es meleleh, flora dan fauna nyaris musnah. Banyak terjadi badai topan, dan pada saat yang bersamaan muncul kekeringan yang teramat sangat. Dan Indonesia sebagai negara tropis, berdampak dengan makin kacaunya musim hujan dan kemarau.

Perubahan iklim tersebut disebabkan oleh pemanasan global yang merupakan efek rumah kaca. Istilah efek rumah kaca berarti bumi kita seperti dilapisi oleh kaca yang berasal dari miliaran ton karbondioksida dan gas panas buatan lainnya ke udara. Pemanasan ini menyebabkan perubahan arus laut dunia, yang akan menyebabkan perubahan iklim secara tiba – tiba. Bahkan perubahan iklim itu dapat berupa munculnya zaman es dalam ruang lingkup regional.

AMISOR (Amery Ice Shelf Ocean Research) menunjukkan bahwa setiap tahun lebih dari 500 gigaton salju jatuh di benua Antartika. Jika turunnya salju tidak diimbangi dengan aliran keluar dari Antartika, maka secara global rata – rata ketinggian permukaan air laut akan turun sekitar 5 mm setiap tahunnya.

Peralihan antara air subtropis yang panas dan air kutub yang dingin dikenal sebagai konvergensi Antartika yang kini dikenal dengan istilah Front Kutub. Adapun arus sirkumpolar Antartika yang merentang sejauh 20.000 km dimana arus tersebut sangat lebar dan dalam, membuat arus tersebut menjadi arus terbesar di semua samudra dunia. Aliran besar arus ini digerakkan oleh angin – angin terkuat dibumi. Angin barat yang kuat diselingi oleh badai – badai besar secara teratur mendorong pelaut menamakannya lintang selatan sebagai Roaring Forties dan Furious Fifties. Angin kuat juga membentuk gelombang – gelombang terbesar di planet ini.

Arus sirkumpolar Antartika memainkan peran unik dalam sistem iklim bumi, dimana tiap cekungan samudra utama dunia ditutup oleh daratan kecuali pada bagian selatannya. Arus ini berfungsi sebagai pipa yang menghubungkan cekungan – cekungan tersebut. Dan arus ini membentuk pola sirkulasi samudra global. Air di lintang tinggi menjadi dingin dan asin sehingga cukup berat untuk tenggelam ke laut dalam. Air panas mengalir ke daerah lintang tinggi untuk menggantikan air yang tenggelam tadi. Pergantian air panas dan dingin membawa panas dari lintang rendah ke lintang tinggi akan mendinginkan daerah lintang rendah dan memanaskan lintang tinggi sehingga iklim bumi stabil.

Benua Antartika dan perairan sekitarnya sangat penting artinya untuk dikaji karena Arus Lintas Indonesia berawal dari arus sirkumpolar Antartika yang bergerak dari barat ke timur di dasar laut wilayah Antartika. Arus sirkumpolar Antartika ini akan muncul ke permukaan di perairan samudra pasifik selatan dekat wilayah Amerika Latin yang dikenal sebagai arus permukaan pasifik. Arus ini bergerak memasuki perairan Indonesia dan dikenal dengan Arlindo. Dan selanjutnya arus ini bergerak terus menuju samudra hindia terus ke samudra atlantik dan kemudia menyusup kembali ke dasar perairan antartika.

Bumi sedang bergerak ke arah perubahan iklim yang sangat berbahaya. Pak Agus bercerita bahwa dalam penelitiannya menunjukkan bahwa pemanasan global menyebabkan lapisan es di Antartika bagian barat sudah runtuh atau habis sama sekali. Permukaan air laut sudah naik sekitar 10 sampai 15 meter. Mencairnya lapisan es kutub juga terjadi akibat reaksi mekanisme yang dikenal sebagai “albedo flip” atau pemanasan global yang memanaskan udara dan lautan, dan kemudian mencairkan lapisan – lapisan es. Lapisan es berfungsi sebagai cermin yang memantulkan kembali sinar matahari ke angkasa. Banyaknya es yang mencair membuat lebih banyak panas matahari masuk ke lautan sehingga memanaskan air dan meninggalkan pencairan es.

Dikatakan juga bahwa situasi ini bertambah buruk dengan adanya pelepasan gas metana dan gas – gas beracun lainnya dari lapisan es abadi bumi akibat pemanasan global. Miliaran ton metana memang tersimpan dalam bentuk padat dibawah samudra. Memanasnya dunia bisa membuat gas tersebut lepas. Sejak tahun lalu, metana di kutub utara sudah menggelembung. Mencairnya lapisan es abadi akan melepaskan lebih banyak metana dan tak ada yang tahu kapan ia akan mencair seluruhnya dan menjadi bencana besar.

Dalam hasil penelitiannya pun dikatakan bahwa sirkulasi arus laut dunia merupakan indikasi awal terjadinya bencana iklim. Hasil perhitungan dan simulasi model dengan bantuan komputer menunjukkan bahwa tahun 2100, sirkulasi arus hangat dunia akan melemah walaupun tak drastis. Pendinginan ini akibat melambatnya sebagian sirkulasi arus laut dunia yang akan mengganggu sebagian penghangatan permukaan laut dibelahan bumi utara seperti Eropa akibat gas rumah kaca. Bahkan sirkulasi arus laut dapat berhenti atau bahkan mungkin berbalik arah disalah satu belahan bumi jika pemanasan gas rumah kaca cukup tinggi dan berlangsung cukup lama.

Belahan bumi selatan seperti Indonesia dan Australia akan menjadi hangat  akibat efek gas rumah kaca, walaupun arus lautnya melemah. Hasil kajian memperkirakan bahwa tahun 2030 disebagian Indonesia dan Australia, temperatur rata – rata tahunan akan naik 0,4 sampai 2 derajat Celcius lebih tinggi dari temperatur rata – rata tahun 1990. Akibatnya terjadi peningkatan 10 – 50 persen jumlah hari dengan suhu diatas 35 derajat Celcius dan penurunan 20 – 80 persen jumlah hari yang beku pada musim dingin.

Cuaca akan menjadi ekstrim, badai tropis yang sangat kuat, panas terik, tidak ada salju turun dan bahkan akan ada cuaca yang lebih buruk lagi. Jika hal ini terjadi terus menerus maka akan sangat berdampak kepada kehidupan manusia khususnya dimasa mendatang. Dan kunci sebenarnya adalah peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Peningkatan ini makin mendorong cepatnya perubahan sistem iklim secara mendadak.

Dalam buku ini ada satu pembahasan mengenai kemauan bersama, dan saya setuju dengan wacana tentang kemauan bersama. Sebenarnya kita sudah memiliki semua alat yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah krisis alam, yang kurang hanya kemauan bersama. Dimana kerjasama, sinergi antara negara dan masyarakat sipil yang dibutuhkan saat ini. Karena perubahan iklim tidak dapat diselesaikan oleh satu individu atau negara saja. Seluruh penghuni bumi harus bahu – membahu. Dan untuk itu diperlukan kemauan bersama.

Isu ini sudah menjadi isu Internasional, dimana seharusnya setiap negara dapat merangkul warganya untuk peduli dan juga menjalin hubungan baik antar negara guna mencari solusi terbaik. Tidak hanya membahas tentang ekonomi dan politik.

Bahaya tentang perubahan iklim sudah jelas terlihat, sebenarnya media sudah banyak menyampaikan pesan bahayanya pemanasa global kepada masyarakat, seperti melalui bacaan dan film. Istilah Go Green sudah sering kita dengar dimana – mana. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat dapat perpatisipasi untuk peduli lingkungan. Misalnya saja dari hal yang sederhana yaitu tidak membuang sampah sembarangan, mendaur ulang sampah plastik, menanam pohon, mematikan listrik yang tidak digunakan, mematikan kran air atau shower yang tidak dipergunakan. Atau yang agak lebih besarnya lagi misalnya Pemerintah dapat menggalakkan penggunaan gas yang dapat merusak lapisan ozon, membatasi pembangunan gedung, menanam hutan yang gundul, menggalakkan aturan dalam menebang pohon dan berpikir keras bagaimana cara mengurangi sampah plastik.

Bagi saya pribadi, buku ini bukan hanya sekedar cerita jalan – jalan, tetapi banyak memberikan informasi yang saya sendiri baru mengerti sekarang. Banyak masyarakat yang bisanya hanya berteriak “go green” tapi tidak benar – benar mengaplikasikan dalam kebiasaan hidupnya. Sesekali coba tanyakan kepada diri sendiri, apa saja wujud yang sudah saya baktikan kepada kehidupan, baik alam semesta dan manusia selama masih diberi nafas?

Semoga manfaat.
Salam.      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar