Sabtu, 16 Maret 2013

Secangkir Kopi dan Senja


Sore itu di teras rumah yang sangat sederhana, seorang Ayah yang telah melewati umur separuh abad tengah menikmati sore dengan secangkir kopi dan rokoknya, suasana warna jingga menyelimuti langit waktu itu, Dia menyeruput kopi panasnya yang telah menjadi hangat lalu kembali memandang jingganya langit sambil menghisap rokoknya, pikirannya seperti melayang seketika di sore itu. “Pak, lagi mikirin opo toh Pak?”, suara dari wanita yang juga telah lebih separuh abad itu manghamburkan pikirannya yang baru saja mulai berkelana. “Ah Ibu bikin Bapak kaget saja, Aku tidak memikirkan opo – opo toh Bu. Hanya menikmati udara sore sambil ngopi”, balasnya. “Jangan bohong toh Pak, wong Kita nikah sudah hampir setengah abad, moso iya Ibu tidak tahu kalau Bapak lagi mikirin sesuatu”, sahut istrinya. Suaminya pun menghela nafas sebentar, mengangkat secangkir kopi lagi, menghirup aroma khas kopi dan menyeruputnya kembali. Pikirannya kembali mengambang, mengingat wajah mungil itu. “Pasti Bapak lagi mikirin puteri Kita, Naya, ya kan Pak? Apa lagi toh Pak yang mesti dipikirin? Lah wong anaknya sudah bahagia, punya keluarga kecil, karir bagus, anak – anak yang lucu dan suami yang bertanggung jawab”, tanya istrinya. “Ndak mikirin yang macam – macam koq Bu, hanya mungkin sedang kangen saja. Tidak terasa waktu cepat sekali ya Bu, perasaan Naya baru brojol dari perutmu kemarin”, jawab suaminya. “hmmm.. “, gumam istrinya. “Lah iyalah Pak, moso iya mau kecil terus, ingat sekarang Kita sudah punya dua cucu loh Pak yang lucu dan ngangenin persis seperti Naya anak Kita satu – satunya”, balas istrinya. Suasana hening seketika, secara tidak sadar, suami istri yang sudah sepuh itu melayang bersama pikirannya masing – masing, mengingat kenangan di masa lalu, di waktu Mereka masih mengasuh anak semata wayangnya berdua. Sekarang Naya gadis kecil Mereka, sudah dewasa dan mempunyai keluarga kecil.

Naya tinggal bersama suaminya di Jakarta. Naya juga seorang wanita karir yang cukup mempunyai jabatan di kantornya. Dia anak satu - satunya tapi sangat mandiri dan tangguh. Itu semua karena didikan kedua orang tuanya yang cukup disiplin dan tegas. Dan Naya, puteri Mereka yang kini jauh tinggal di Ibukota, dipisahkan oleh jarak dengan Mereka berdua.

Karena kesibukan Naya sebagai seorang Direktur keuangan di kantornya, Dia jarang mengunjungi orang tuanya yang berada di Solo. Paling hanya berkomunikasi dengan telepon, itu pun hanya sewaktu di akhir pekan, dikarenakan hari – hari kerjanya sudah cukup sibuk dan ditambah pula mengurus kedua belahan hatinya. Walaupun ada asisten rumah tangga yang membantu pekerjaan rumah sekaligus menjaga kedua anaknya sewaktu Naya dan suaminya pergi bekerja, tapi Naya selalu mengontrol kegiatan rumah dari jarak jauh, seperti rajin menelepon sampai memasang CCTV di rumahnya.

Naya dan keluarga pulang ke Solo hanya pada saat hari raya Idul Fitri, liburan kenaikan kelas ataupun jika libur di hari raya tertentu. Suami Naya adalah seorang editor di salah satu media cetak, dan berkantor di Jakarta juga. Secara finansial memang Naya lebih unggul dibanding suaminya, namun bersyukurlah Naya karena sang suami adalah suami yang sangat mendukung dan menghargai keputusan istrinya. Urusan rumah tangga, Mereka berdua selalu berbagi dan saling dikomunikasikan, misalnya dalam mengurus anak, Mereka tetap mencari cara agar anak dapat terurus selama Mereka bekerja.

Pada umumnya hari Jumat adalah hari yang ditunggu oleh setiap pekerja kantoran, termasuk oleh Naya. Sore itu, setelah menyelesaikan pekerjaan kantornya, Dia pun bergegas bersiap untuk pulang. Dilirik jam tangannya, “Ah masih jam 5 sore, pasti bakalan macet banget”, pikir Naya. Dia pun berjalan menuju jendela di ruangannya, dilihatnya jalanan Ibukota dari ruangnya yang terletak di lantai 12, “Jakarta, bukan Jakarta namanya kalau tidak ada macet”, gumam Naya dalam hati. Jalanan sore itu pun sangat padat, daerah Sudirman memang selalu padat pada hari kerja.

Naya kembali menuju mejanya, dilihatnya ada sebungkus kopi, “Ngopi dulu lah ya”, pikir Naya. Naya pun membuat kopinya sendiri. Dia kembali berjalan menuju jendela di ruangannya, setelah menyeruput kopinya, Dia memandang langit jingga di hamparannya. “Senja yang cantik sekali”, gumam Naya. Lalu secara perlahan seperti nampak bayangan suami dan anak – anaknya dari jingganya langit, Naya pun tersenyum mengingat kelucuan anak – anaknya. Lalu seperti berganti slide di power point, wajah kedua orang tuanya pun nampak di jingganya langit, Dia kembali tersenyum, tak terasa air matanya menitik, lalu pikirannya pun kembali mengingat wajah dan suara dari kedua orang tuanya, mengingat bagaimana raut wajah kedua orang tuanya yang khawatir jika Naya memanjat pohon mangga di depan rumahnya, bagaimana raut senang dari wajah orang tuanya sewaktu pembagian rapot karena Naya selalu masuk 3 besar dan bagaimana Mereka memarahi Naya jika Naya pulang terlambat tanpa pemberitahuan ijin pamit akan pergi kemana. Dulu Ayah Naya senang sekali mengajak Naya pergi berkeliling desa, bermain di sawah dekat rumahnya dan bermain layangan sore hari ataupun bermain di sungai kecil di dekat rumahnya juga. “Ah Bapak Ibu, Naya kangen”, suara Naya terdengar dengan nada pelan.

Naya kembali menyeruput kopinya beberapa kali, lalu mengambil telepon genggamnya, Dia langsung menekan phone book nya dan mencari kontak dengan nama Bapak, terdengar nada sambung, tidak begitu lama lalu terdengar suara Halo. “Halo Bapak, Assalamualaikum Pak. Sehat Pak?”, jawab Naya. “Waalaikum salam nak, sehat Alhamdulillah berkat doa Naya, Bapak Ibu sehat. Kamu, suami dan anak – anak gimana Nay, sehat”, tanya Ayah.”Sehat pak. Lagi apa Pak? Ibu lagi apa?”, tanya Naya kembali. “Lagi duduk – duduk di teras nak sambil ngopi dan nikmati sore. Kamu belum pulang nak? Masih banyak kerjaan ya?”, tanya Ayah kembali. “Pulangnya nanti dulu Pak, bukan karena kerjaan tapi diluar masih macet, nanti jam 6 - an Naya pulangnya. Wah sama ya Pak kayak Aku, lagi ngopi sambil lihat jingganya langit”, jawab Naya. “Hehee iya lah nak, seperti kata orang bule, like father like son”, jawab Ayah kembali. “Tapi son itu kan anak laki – laki Pak, Naya kan perempuan, harusnya like father like daughter”, jawab Naya lagi. “Ah Bapak ngga ngerti nduk mau san, son daughter atau dokter yang penting buat Bapak artinya anak sama Bapak itu ngga ada bedanya”, jawab Ayah. Mereka berdua pun tertawa bersama. Mereka melanjutkan obrolan yang lain, Ayah menanyakan kapan akan ke Solo, dan Naya menjawab bahwa liburan anak – anak sebentar lagi, Insya Allah Naya dan anak – anak akan ke Solo. Ayahnya pun terdengar sangat senang dengan jawaban Naya. Pembicaraan keduanya pun berakhir. Naya kembali menyeruput dan menghabiskan kopinya, sama seperti jingga langit yang hampir selesai sore itu.

Malam itu setelah anak – anaknya pergi tidur, Naya memulai pembicaraan dengan suaminya tentang apa yang dialaminya sore itu. “Ayah, Kita  jadi liburan ke Solo kan ya?”, tanya Naya. “Jadi koq, kan Kita sudah bicarakan ini sejak lama”, jawab suaminya. Naya pun kembali bertanya, “Ayah, kira – kira kalau Aku buka usaha, Ayah setuju ngga ya?”, tanya Naya kembali. “Usaha? usaha apa? kerjaan kamu kenapa memangnya?”, tanya suaminya kembali. “Kerjaan baik – baik saja koq, tapi Aku ingin mau tetap bekerja tapi tetap full juga mendampingi anak – anak tiap harinya. Kira – kira ada ngga ya kerjaan yang bisa seperti itu?”, tanya Naya. “Hmmm... ada aja siy Bund, Aku juga sempat kepikiran kayak gitu, kasihan kalau anak – anak terlalu banyak sama orang lain”, jawab suaminya. “Iya yah, Aku sampai sekarang masih mengingat bagaimana orang tuaku selalu mendampingi Aku setiap harinya, terutama Ibu. Aku agak takut kalau anak – anak tidak dapat mengingat masa kecilnya bersamaku karena Aku yang jarang mendampingi Mereka. Hanya saat hari libur saja. Berangkat kerja, anak – anak juga sedang siap – siap ke sekolah, Aku pulang kerja, kadang Mereka sudah tidur karena kecapean seharian sekolah dan les. Koq waktuku kyanya banyak terbuang tidak bersama Mereka ya, tahu – tahu sudah pada besar saja. Aku ingin mendampingi Mereka belajar dan bermain setiap hari. Tidak mau melewati waktu tanpa Mereka. Dulu Ibu selalu nemenin Aku setiap hari, tapi Ibu juga bekerja dengan cara membuka usaha menjahit pakaian di rumah. Ayah pun pulang kerja tidak terlalu malam, jadi Aku masih bisa bermain bersama Ayah di sore hari. Cuma di Jakarta saja ya yah yang waktunya banyak terbuang di jalanan”, jawab Naya panjang lebar bahkan cenderung seperti curhat. “Memangnya mau usaha apa kira – kira Bund?”, tanya suaminya. “Itu Dia Ayah, Aku tidak tahu mau usaha apa, belum ada pengalaman, karena terlalu banyak bekerja untuk usahanya orang lain”, jawab Naya kembali. “Coba nanti tak cari jawabannya ya Bund kira – kira mau usaha apa, coba Bunda besok bantu dengan browsing ya” jawab Ayah. “Okee Ayaaaah.. siaaaap”, jawab Naya kembali. Mereka pun saling tersenyum.

Naya dan suaminya mulai mencari – cari info, setelah mencari info kesana sini, akhirnya Mereka sepakat untuk membuka usaha dalam bidang pendidikan. Menurut Mereka, bidang usaha pendidikan banyak manfaatnya, karena Mereka juga turut membantu siswa untuk berprestasi di sekolah. Mereka pun menyusun rencana berikutnya, bahwa yang Mereka usahakan adalah tempat bimbel. Bimbel atau bimbingan belajar ini hanya untuk matematika anak sekolah dasar saja, kebetulan anak – anaknya juga masih SD, nanti kalau memungkinkan Mereka akan mengembangkannya kembali ke mata pelajaran yang lain dan tingkat yang lebih tinggi. Banyak metode yang dapat digunakan dalam mengerjakan matematika, Naya pun mulai mendaftarkan diri untuk mengikuti pelatihan di salah satu bimbel yang sudah Dia pilih. Selain menjadi founder, Dia pun berniat untuk menjadi guru pengajar juga karena Naya memang senang mengajar, dulu sewaktu kuliah, Naya sering menjadi asisten dosen.

Naya mengambil beberapa hari untuk cuti, mulai bertahap melangkah untuk membangun usaha tersebut dengan cara melakukan pelatihan metode pembelajaran yang akan diterapkan nantinya. Naya pun semakin optimis usahanya akan berhasil. Dibantu suaminya, Mereka mulai menyebar brosur dan mencari guru pengajar yang tepat pula. Suaminya pun membantunya untuk mendapatkan lokasi.

“Anak – anaaaak, sore ini Kita ke monas yuk sepertinya seru“, seru suami Naya kepada kedua anaknya. “Mauuuuuu horeeeeee”, sambut anak – anaknya. “Aku mau main bola sama layangan ya yah”, tanya anak bungsunya. “Siiiiip Kita habiskan sore hari ini di monas ya Bund”, jawab suami Naya. Naya pun tersenyum melihat suami dan anak – anaknya dan menganggukkan kepala tanda setuju.

Seru sekali sore itu, sorenya cerah dan Mereka terlihat seperti keluarga yang sempurna. Naya tidak lupa mengucap syukur Alhamdulillah dalam hati karena dapat menikmati hari itu dengan perasaan yang sangat bahagia. Anak – anaknya masih asik main layangan, Naya dan suaminya mengawasinya sambil duduk di pinggir taman. “Bund, apa tidak sayang ya dengan karirmu”, tanya suaminya tiba –tiba. “Aku lebih sayang waktuku yah”, jawab Naya. “Kalau misalnya usaha Kita tidak berjalan lancar, apa Kamu siap Bund hidup dari gajiku yang tidak seberapa”, tanya suaminya kembali. “Aku juga bukan wanita yang suka menghamburkan uang, Aku sudah memikirkan hal itu juga yah, kalau ditanya siap atau tidak, Insya Allah Aku siap yah. Mulai sekarang Kita sortir keperluan yang tidak penting dan mendahulukan yang penting. Gajimu Insya Allah dapat menghidupi Aku dan anak – anak”, jawab Naya. Suaminya pun tersenyum senang mendengarnya, karena memang walau dengan karir dan gaji yang lebih tinggi dari Dia, tapi Naya adalah seorang istri yang sangat menghormati suaminya dan dapat mengatur pengeluaran dengan sangat baik. “Ayah, dari dulu Aku selalu suka senja. Senja itu seperti waktu dimana Aku dapat merenungkan kembali tentang perjalanan waktu yang lalu dan juga waktu untuk merenungkan langkah apa selanjutnya”, cerita Naya panjang lebar. “Dulu Ayahku sering berkata kepadaku, bahwa salah satu cara menikmati hidup adalah dengan menikmati senja yang hanya kira – kira satu jam saja sambil minum kopi. Maka Kita akan menemukan hal – hal yang tak terduga setelahnya”, sambung Naya. “Dan Aku bahagia dengan keluarga kecilku dan bersyukur dilahirkan dan dibesarkan dengan kedua orang tua yang luar biasa. Dan yang paling bahagia lagi, Aku menikmati senja hari ini bersama suami dan anak – anakku”, sambung Naya kembali. “Tapi tanpa kopi Bund”, jawab suaminya. Mereka pun tertawa. “Kopiiii kopiiiiiii... kopinyaaa pak buuuu”, teriak penjual kopi yang lewat. “Nah itu Dia kopinya”, jawab Naya. Mereka pun tertawa kembali dan memesan kopi untuk dinikmati bersama senja hari itu.

Naya pun memberanikan diri untuk mengajukan surat pengunduran diri, banyak yang kaget dan merasa kehilangan mendengar berita itu, tapi Naya meyakinkan bahwa sudah saatnya posisi yang Dia jabati di regenerasi, sudah cukup hampir 10 tahun Naya berkarir di kantor ini. “Aku tidak akan melupakan perusahaan yang telah mempercayakan Aku bekerja disini, sangat bangga bekerja sama dengan tim yang hebat dan memulai karir dari bawah di perusahaan ini. Tapi Aku akan mulai melangkah menapaki impian lain dalam hidupku”, singkat penjelasan Naya kepada teman – teman kerjanya.

“Anak – anaaaak.. mulai besok Kita habiskan liburan di rumah eyang”, seru Naya. “Asiiiiik Buuund, Aku mau main – main di sawah sama eyang kakung”, jawab anak sulungnya. “Kalo Aku tidak sabar mau outbond sama eyang Bund”, anak yang bungsu menyahuti. Keesokan paginya Mereka sekeluarga berangkat ke Solo.

Sampai di Solo, kedua orang tua Naya menyambut dengan penuh suka cita, bagaimana tidak, sudah tak terbendung lagi rasa rindu kepada anak dan cucunya. “Berapa lama disini nak”, tanya Ayah Naya kepada Naya. “Sampai liburan selesai Pak”, jawab Naya. “Loh kamu cuti panjang ya nak”, tanya Ibunya. Naya pun menjelaskan tentang pengunduran diri dan usaha yang akan Dia bangun. Ayah dan Ibunya menanggapi dengan senang. “Syukurlah nak, Bapak dan Ibu hanya dapat memberi restu semoga niat Kamu dan suami dapat berjalan lancar”, jawab Ayah.

Sore itu, di teras rumah di desa yang jauh dari hiruk pikuk kota, terdengar suara tawa dan riuh suara anak – anak. “Ayooo yang mau kopiii panaaas kopiii panaaaas”, Ibunya Naya berteriak menawarkan kopi kepada anggota keluarganya. Mereka semua pun tertawa melihat tingkah wanita yang sudah semakin sepuh. Ayahnya Naya meyeruput kopi pertamanya sore itu, “senjanya bagus ya Nay”, tanya Ayah kepada Naya. “Iya Pak, Alhamdulillah”, jawab Naya. Sekilas terbayang wajah dan tingkah laku Naya sewaktu kecil dipikiran lelaki sepuh itu, namun rasa rindu itu terobati dengan kehadiran Naya dan keluarga kecilnya.

Senja itu, langit jingga itu, rumah sederhana itu, secangkir kopi itu, wajah dan suara Bapak, Ibu, suami dan anak – anaknya, “Alhamdulillah Tuhan, terima kasih atas segalanya. Semoga kami selalu dalam perlindunganMu dan diberi kesehatan”, doa Naya dalam hati. “Dan terima kasih, senja. Kau ajarkan Aku banyak hal”, ucapnya lagi dalam hati.

Semoga Manfaat.

Kamis, 07 Maret 2013

Kita, Pancasila dan Bangsa Indonesia Sejati



Untuk sebuah negara seluas Indonesia, dengan berbagai macam ribuan perbedaan budaya, menurut saya sudah kewajiban bagi kita sebagai seorang warga negara Indonesia untuk mempelajari dan memahaminya. Bukan kewajiban yang terpaksa, tapi sia-sia saja jika kita sudah ditakdirkan lahir di negara ini, tapi tak pernah mempelajari bahkan mengenal apa saja yang ada didalamnya.
Sebenarnya apa sih budaya itu? Dari info yang saya peroleh melalui bacaan online dan offline bahwa budaya itu adalah segala sesuatu yang tercipta / berbagai macam tatanan sosial yang dilakukan oleh sekumpulan individu di suatu tempat tertentu di masa lalu dan kemudian melalui waktu hingga sampai di masa selanjutnya. Pemberian itu kemudian diulang sebagai sebuah tradisi dari warisan masa lalu oleh generasi sekarang. Siklus itu hanya akan terputus jika budaya (warisan) tersebut tidak lagi diulang oleh generasi selanjutnya. Jadi artinya budaya akan terus menjadi sebuah warisan jika masyarakat / faktor sosial terus menggunakannya sebagai bagian dari keterinteraksian antar mereka. Maka saya dapat menyimpulkan.. bahwa budaya itu adalah segala tatanan cara yang terjadi di suatu tempat dan merupakan ciri khas / unik dari tempat asalnya, dan akan terus ada jika generasinya terus melanjutkan tatanan cara tersebut.
Tentunya para pendahulu tidak membuat tata cara di daerah asalnya dengan semena-mena, pasti ada cerita dan maksud dibalik itu semua. Karena budaya merupakan bagian dari sejarah. Dan sejarah akan tetap hidup karena terus diwariskan ke generasi selanjutnya. Maka bangsa yang besar dan kokoh adalah bangsa yang mengenal, mempelajari dan memahami sejarahnya.
Saya dapat menyimpulkan satu hal.. bahwa bangsa indonesia bukanlah bangsa yang dapat disepelekan. Bangsa yang mempunyai cara berpikir yang luar biasa, itu terbukti dari budaya yang diciptakan para terdahulu. Ini meyakinkan saya bahwa bangsa ini sudah memiliki cara berpikir yang maju dari dahulu. Tapi.. siapa saja sih yang dimaksud bangsa Indonesia?? Siapa saja yang layak disebut bangsa Indonesia? Apakah semua manusia penghuni dari ujung pulau sabang sampai ujung papua itu sudah cukup disebut bangsa Indonesia?? Apakah mereka juga berpendapat yang sama bahwa mereka adalah orang Indonesia?
Bagi saya.. bangsa Indonesia adalah kumpulan manusia yang masih mempunyai tata cara timur khas Indonesia dan bertempat tinggal sah di Republik Indonesia.. yaaa itu adalah bangsa indonesia. Apa saja sih tata cara timur itu? Hal itu bisa dilihat dari cara berbicara dan bersikap. Tentunya sesuai dengan kebudayaan tempat mereka tinggal atau berasal. Karena saya yakin bahwa budaya timur adalah budaya paling santun yang pernah ada di dunia. Maka ketika seorang manusia itu bersikap santun, maka saya yakin sekitar 90% bahwa mereka berasal dari orang timur. Bukannya menjelekkan budaya barat, tapi sopan santun memang punya orang timur, coba saja perhatikan perbedaannya. Maka ketika ada seorang warga negara Indonesia yang berkelakuan kebarat-baratan atau lebih mengikuti budaya barat atau bisa dibilang hilang itu sopan santun.. maka bagi saya mereka bukanlah “bangsa Indonesia”.
Nah sekarang tinggal bagaimana kita yang merupakan seorang warga negara Indonesia yang sah secara negara bisa menjadi seorang “bangsa indonesia”?
Belajarlah.. berawal belajar untuk mengenal budaya dari ayah dan ibu kita berasal. Ketika sudah belajar maka ambillah sisi positifnya, ambil sesuatu yang bermanfaat.. terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Maka bagi saya seorang yang sudah bisa menerapkan tata cara budaya ayah dan ibunya.. itu adalah “bangsa Indonesia”. Bukan hanya seorang bangsa yang bertempat tinggal di Indonesia, tapi ada sesuatu tata cara yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Maka jadilah bangsa Indonesia yang sejati. Jadilah bagian dari bangsa ini. Terapkan, lalu ajarkan ke anak cucumu kelak. Maka budaya / tata cara khas itu tidak akan pernah hilang ditelan oleh perkembangan zaman.
Kalau sudah mengenal bahkan menerapkan tata cara budaya dari ayah dan ibu kita, maka belajarlah budaya dari lain daerah. Ambil sisi positifnya. Bandingkan dengan tata cara dari tempat kita berasal. Tarik “benang merah” nya. Maka akan banyak kekayaan yang dapat kita temukan didalamnya. Dan jika tujuannya sama, mengapa harus mempermasalahkan caranya. Ambilah tata cara yang menurutmu pas dengan kata hatimu dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Berbanggalah menjadi bangsa Indonesia, karena itu pakailah tata cara dari tempatmu sendiri, Indonesia.
Jangan pernah merasa ragu atau malas untuk menceritakan dan mengajarkan tata cara budaya kepada keturunan kita, karena bercerita merupakan awal untuk memperkenalkan budaya. Memperkenalkan budaya seperti menceritakan bagian dari sejarah, karena untuk membentuk bangsa yang sejati adalah dengan menjadikan dirinya mengenal dan memahami dari mana dia berasal. Dengan mempelajari bahasa daerah dan tarian daerah, menerapkan perilaku tata cara sopan santun, dan belajar sejarah Indonesia merupakan beberapa cara untuk menghargai bangsa sendiri.
Tapi sebelum bercerita sejarah ke anak cucu kita, maka pelajarilah terlebih dahulu. Jangan sampai kita menceritakan hal yang salah. Belajarlah.. belum terlambat.
Jika bukan kita maka siapa lagi. Jangan sampai anak cucu kita atau siapa pun itu yang jelas-jelas ber KTP warga negara Indonesia dan keturunan orang Indonesia asli, tapi buta sama sekali akan budayanya sendiri. Karena perkembangan zaman sudah semakin menggila. Maka jagalah tata cara yang santun itu kepada mereka. Terapkan dari mereka lahir ke dunia, maka mudah-mudahan mereka akan kuat menghadapi serangan arus globalisasi yang begitu dahsyatnya. Menjadi manusia yang mengikuti perkembangan zaman dengan tidak meninggalkan identitasnya sebagai seorang bangsa Indonesia. Menjadi bangsa yang tidak mudah terguncang gangguan dari luar dan bisa menyaring apapun yang masuk ke dalam dirinya, dengan menggunakan akal sehat dan hati nuraninya.

Berbanggalah dengan adanya Pancasila, karena bagi saya pribadi, Pancasila merupakan pemersatu keberagaman yang ada di Indonesia, dari mulai agama, suku, budaya bahkan pendapat atau opini masyarakat. Bayangkan jika tidak ada Pancasila, pasti akan terjadi perang saudara besar-besaran. Begitu hebatnya para pendahulu kita yang mengkreasikan Pancasila sedemikian rupa, sehingga sampai saat ini kita masih hidup berdampingan dengan keberagaman, sehingga Pancasila dapat dijadikan kiblat bagi bangsa yang kaya akan keberagaman, maka berterima kasihlah dengan adanya Pancasila.

Yang dibutuhkan bagi kita sebagai generasi penerus adalah menghargai keberagaman dan mempelajari budaya sendiri. Salah satu cara untuk memperkokoh persatuan yaitu dengan cara belajar dan berbangga dengan budaya daerah tapi tidak membenci budaya orang lain. Maka arus yang dibilang globalisasi, dapat diterima dengan tidak meninggalkan jati diri bangsa. Pancasila itu bukan sekedar lambang, tapi "Pancasilakan-lah dirimu". 
Karena manusia dilahirkan ke dunia pasti dengan ada maksud dan tujuan dari Yang Maha Kuasa, tidak terkecuali dengan kita yang dilahirkan di negara ini. Bangun bangsa ini. Buat pondasi yang kuat di diri kita dan siapa pun itu di lingkungan kita. Bangsa yang sejati adalah bangsa yang mengenal dirinya. Dan bangsa yang mempunyai budaya yang tua dan kuat.. tidak akan pernah musnah.
Sekian. 
Semoga bermanfaat.

Minggu, 03 Maret 2013

Antartika - Agus Supangat


Rumah. Kamis, 28 Feb 2013.

Awalnya hanya iseng menghabiskan waktu, maka pada hari itu saya pergi ke toko buku yang terletak di salah satu pusat perbelanjaan. Setelah berputar mencari buku, pilihan saya pun sudah ada 2 buku yang kira – kira bagus menurut saya untuk dibaca. Saya pun bergegas menuju kasir, sambil menuju kasir, entah mengapa kaki saya seperti menuntun untuk berjalan menyusuri rak – rak buku kembali. Kaki saya pun seperti berhenti di suatu rak dan mata saya tertuju pada salah satu deretan buku yang dipajang di rak tersebut. Cover buku tersebut terdapat potongan gambar beberapa pinguin. Buku itu berjudul “Jalan – Jalan Ke Antartika, Kisah Peneliti Indonesia Pertama di Antartika”. Terus terang saya sangat tertarik dengan kutub karena dari kecil saya penggemar film kartun pingu. Sekilas saya baca resensi buku tersebut, dan saya pun jadi benar – benar tertarik untuk membeli.

Dan benar saja, saya merinding dibuatnya. Tidak dapat membayangkan bagaimana kondisi alam dan manusianya di waktu sekarang dan yang akan datang. Jadi di kesempatan kali ini, dengan tidak mengurangi rasa hormat dan kagum saya kepada penulis sekaligus peneliti pertama Indonesia yang ke Antartika, Bapak Dr. Agus Supangat – dosen ITB Geofisika dan Meteorologi, saya akan coba menyampaikan dalam tulisan, dengan merangkum bacaan dari buku ini yang merupakan inti dari masalah nyata tentang kondisi kehidupan manusia di bumi sekarang dan di waktu yang akan datang. Semoga penulis berkenan.

Bumi memiliki 2 kutub, utara dan selatan. Di kutub utara yang biasa disebut Artik, merupakan wilayah lautan beku yang dikelilingi oleh daratan. Walaupun kondisinya dingin, tetapi di sana terdapat kehidupan manusia, karena suhu di sana memungkinkan adanya aktivitas manusia. Daratan wilayah Artik antara lain meliputi wilayah utara Kanada, Greenland (wilayah Denmark), Rusia, Islandia, Norwegia, Swedia, Finlandia dan Amerika Serikat. Tapi tidak begitu dengan kutub selatan, di kutub selatan yang biasa disebut dengan benua Antartika, merupakan wilayah daratan luas yang dikelilingi oleh lautan. Di sana tidak memungkinkan adanya aktivitas kehidupan manusia, selain hewan – hewan yang tahan terhadap suhu dingin ekstrim seperti pinguin, anjing laut dan gajah laut. Suhu disana bervariasi antara 11 hingga minus 89 derajat Celcius. Benua Antartika dekat dengan benua Australia, dan di pulau Tasmania, tepatnya di bandara Hobart, perjalanan itu pun beliau dan para peneliti lainnya dimulai.

Mengapa penelitian untuk mengetahui tentang kondisi bumi saat ini dilakukan di benua Antartika? Dalam buku ini dijelaskan bahwa benua Antartika merupakan tempat paling baik untuk mencari tahu kondisi bumi, penyebab dan apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang, dikarenakan benua Antartika merupakan tempat dengan tingkat polusi paling sedikit. Dan sangat penting untuk mengetahui iklim bumi masa lampau, karena hasilnya dapat membantu menduga masa depan bumi. Tapi walau begitu sangat disayangkan, ketika benua Antartika mulai dijadikan objek wisata turis kaya dengan biaya 70 juta untuk satu kali perjalanan kesana. Jumlah turis yang kesana sudah mencapai ratusan ribu orang. Tentunya yang menjadi masalah adalah untuk membatasi ulah para turis dalam menghasilkan limbah tentu tidak semudah membatasi para peneliti.

Ekspedisi Antartika ini diselenggarakan oleh Australia dan diikuti oleh para peneliti yang terpilih dari berbagai negara. Sebenarnya Pak Agus bukan satu – satunya peneliti dari Indonesia yang terpilih berangkat dalam ekspedisi ini, ada Lucky yang juga merupakan peneliti yang terpilih untuk menginjakkan kaki di benua Antartika. Mereka berdua merupakan pelopor dari peneliti Indonesia berikutnya yang ikut terpilih untuk berpatisipasi di ekspedisi Antartika.

Berita akan keberangkatan Pak Agus dan tim terdengar oleh presiden Indonesia yang pada waktu itu dijabat oleh ibu Megawati. Seperti tidak mau melewatkan momen berharga yang memang pada saat itu kondisi politik Indonesia dan Australia sedang tidak bagus dengan berbagai isu yang ada, ibu Megawati dan jajarannya menitipkan sebuah prasasti untuk diletakkan di kutub selatan, dimana inti dari prasasti itu adalah sebagai simbol untuk mempererat hubungan kedua negara tersebut.

Keberangkatan dari Jakarta tanggal 21 Januari 2002 menuju Sydney – Australia, dari Sydney mereka melanjutkan ke Hobart – Tasmania dan tinggal beberapa hari di Tasmania. Tanggal 26 Januari 2002 merupakan hari yang paling mereka tunggu, dari pelabuhan Derwent dengan menggunakan kapal Aurora Australialis perjalanan mereka pun dimulai. Sampai di benua Antartika, selain meletakkan prasasti, beliau juga mengibarkan bendera Indonesia dan bendera ITB.

Dari beberapa hal yang dapat saya rangkum adalah bahwa salah satu penyebab perubahan iklim yang paling nyata ada di benua Antartika, hal ini berkaitan dengan pelelehan es dan sirkulasi arus global serta kenaikan permukaan air laut. Gunung – gunung es meleleh, flora dan fauna nyaris musnah. Banyak terjadi badai topan, dan pada saat yang bersamaan muncul kekeringan yang teramat sangat. Dan Indonesia sebagai negara tropis, berdampak dengan makin kacaunya musim hujan dan kemarau.

Perubahan iklim tersebut disebabkan oleh pemanasan global yang merupakan efek rumah kaca. Istilah efek rumah kaca berarti bumi kita seperti dilapisi oleh kaca yang berasal dari miliaran ton karbondioksida dan gas panas buatan lainnya ke udara. Pemanasan ini menyebabkan perubahan arus laut dunia, yang akan menyebabkan perubahan iklim secara tiba – tiba. Bahkan perubahan iklim itu dapat berupa munculnya zaman es dalam ruang lingkup regional.

AMISOR (Amery Ice Shelf Ocean Research) menunjukkan bahwa setiap tahun lebih dari 500 gigaton salju jatuh di benua Antartika. Jika turunnya salju tidak diimbangi dengan aliran keluar dari Antartika, maka secara global rata – rata ketinggian permukaan air laut akan turun sekitar 5 mm setiap tahunnya.

Peralihan antara air subtropis yang panas dan air kutub yang dingin dikenal sebagai konvergensi Antartika yang kini dikenal dengan istilah Front Kutub. Adapun arus sirkumpolar Antartika yang merentang sejauh 20.000 km dimana arus tersebut sangat lebar dan dalam, membuat arus tersebut menjadi arus terbesar di semua samudra dunia. Aliran besar arus ini digerakkan oleh angin – angin terkuat dibumi. Angin barat yang kuat diselingi oleh badai – badai besar secara teratur mendorong pelaut menamakannya lintang selatan sebagai Roaring Forties dan Furious Fifties. Angin kuat juga membentuk gelombang – gelombang terbesar di planet ini.

Arus sirkumpolar Antartika memainkan peran unik dalam sistem iklim bumi, dimana tiap cekungan samudra utama dunia ditutup oleh daratan kecuali pada bagian selatannya. Arus ini berfungsi sebagai pipa yang menghubungkan cekungan – cekungan tersebut. Dan arus ini membentuk pola sirkulasi samudra global. Air di lintang tinggi menjadi dingin dan asin sehingga cukup berat untuk tenggelam ke laut dalam. Air panas mengalir ke daerah lintang tinggi untuk menggantikan air yang tenggelam tadi. Pergantian air panas dan dingin membawa panas dari lintang rendah ke lintang tinggi akan mendinginkan daerah lintang rendah dan memanaskan lintang tinggi sehingga iklim bumi stabil.

Benua Antartika dan perairan sekitarnya sangat penting artinya untuk dikaji karena Arus Lintas Indonesia berawal dari arus sirkumpolar Antartika yang bergerak dari barat ke timur di dasar laut wilayah Antartika. Arus sirkumpolar Antartika ini akan muncul ke permukaan di perairan samudra pasifik selatan dekat wilayah Amerika Latin yang dikenal sebagai arus permukaan pasifik. Arus ini bergerak memasuki perairan Indonesia dan dikenal dengan Arlindo. Dan selanjutnya arus ini bergerak terus menuju samudra hindia terus ke samudra atlantik dan kemudia menyusup kembali ke dasar perairan antartika.

Bumi sedang bergerak ke arah perubahan iklim yang sangat berbahaya. Pak Agus bercerita bahwa dalam penelitiannya menunjukkan bahwa pemanasan global menyebabkan lapisan es di Antartika bagian barat sudah runtuh atau habis sama sekali. Permukaan air laut sudah naik sekitar 10 sampai 15 meter. Mencairnya lapisan es kutub juga terjadi akibat reaksi mekanisme yang dikenal sebagai “albedo flip” atau pemanasan global yang memanaskan udara dan lautan, dan kemudian mencairkan lapisan – lapisan es. Lapisan es berfungsi sebagai cermin yang memantulkan kembali sinar matahari ke angkasa. Banyaknya es yang mencair membuat lebih banyak panas matahari masuk ke lautan sehingga memanaskan air dan meninggalkan pencairan es.

Dikatakan juga bahwa situasi ini bertambah buruk dengan adanya pelepasan gas metana dan gas – gas beracun lainnya dari lapisan es abadi bumi akibat pemanasan global. Miliaran ton metana memang tersimpan dalam bentuk padat dibawah samudra. Memanasnya dunia bisa membuat gas tersebut lepas. Sejak tahun lalu, metana di kutub utara sudah menggelembung. Mencairnya lapisan es abadi akan melepaskan lebih banyak metana dan tak ada yang tahu kapan ia akan mencair seluruhnya dan menjadi bencana besar.

Dalam hasil penelitiannya pun dikatakan bahwa sirkulasi arus laut dunia merupakan indikasi awal terjadinya bencana iklim. Hasil perhitungan dan simulasi model dengan bantuan komputer menunjukkan bahwa tahun 2100, sirkulasi arus hangat dunia akan melemah walaupun tak drastis. Pendinginan ini akibat melambatnya sebagian sirkulasi arus laut dunia yang akan mengganggu sebagian penghangatan permukaan laut dibelahan bumi utara seperti Eropa akibat gas rumah kaca. Bahkan sirkulasi arus laut dapat berhenti atau bahkan mungkin berbalik arah disalah satu belahan bumi jika pemanasan gas rumah kaca cukup tinggi dan berlangsung cukup lama.

Belahan bumi selatan seperti Indonesia dan Australia akan menjadi hangat  akibat efek gas rumah kaca, walaupun arus lautnya melemah. Hasil kajian memperkirakan bahwa tahun 2030 disebagian Indonesia dan Australia, temperatur rata – rata tahunan akan naik 0,4 sampai 2 derajat Celcius lebih tinggi dari temperatur rata – rata tahun 1990. Akibatnya terjadi peningkatan 10 – 50 persen jumlah hari dengan suhu diatas 35 derajat Celcius dan penurunan 20 – 80 persen jumlah hari yang beku pada musim dingin.

Cuaca akan menjadi ekstrim, badai tropis yang sangat kuat, panas terik, tidak ada salju turun dan bahkan akan ada cuaca yang lebih buruk lagi. Jika hal ini terjadi terus menerus maka akan sangat berdampak kepada kehidupan manusia khususnya dimasa mendatang. Dan kunci sebenarnya adalah peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Peningkatan ini makin mendorong cepatnya perubahan sistem iklim secara mendadak.

Dalam buku ini ada satu pembahasan mengenai kemauan bersama, dan saya setuju dengan wacana tentang kemauan bersama. Sebenarnya kita sudah memiliki semua alat yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah krisis alam, yang kurang hanya kemauan bersama. Dimana kerjasama, sinergi antara negara dan masyarakat sipil yang dibutuhkan saat ini. Karena perubahan iklim tidak dapat diselesaikan oleh satu individu atau negara saja. Seluruh penghuni bumi harus bahu – membahu. Dan untuk itu diperlukan kemauan bersama.

Isu ini sudah menjadi isu Internasional, dimana seharusnya setiap negara dapat merangkul warganya untuk peduli dan juga menjalin hubungan baik antar negara guna mencari solusi terbaik. Tidak hanya membahas tentang ekonomi dan politik.

Bahaya tentang perubahan iklim sudah jelas terlihat, sebenarnya media sudah banyak menyampaikan pesan bahayanya pemanasa global kepada masyarakat, seperti melalui bacaan dan film. Istilah Go Green sudah sering kita dengar dimana – mana. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat dapat perpatisipasi untuk peduli lingkungan. Misalnya saja dari hal yang sederhana yaitu tidak membuang sampah sembarangan, mendaur ulang sampah plastik, menanam pohon, mematikan listrik yang tidak digunakan, mematikan kran air atau shower yang tidak dipergunakan. Atau yang agak lebih besarnya lagi misalnya Pemerintah dapat menggalakkan penggunaan gas yang dapat merusak lapisan ozon, membatasi pembangunan gedung, menanam hutan yang gundul, menggalakkan aturan dalam menebang pohon dan berpikir keras bagaimana cara mengurangi sampah plastik.

Bagi saya pribadi, buku ini bukan hanya sekedar cerita jalan – jalan, tetapi banyak memberikan informasi yang saya sendiri baru mengerti sekarang. Banyak masyarakat yang bisanya hanya berteriak “go green” tapi tidak benar – benar mengaplikasikan dalam kebiasaan hidupnya. Sesekali coba tanyakan kepada diri sendiri, apa saja wujud yang sudah saya baktikan kepada kehidupan, baik alam semesta dan manusia selama masih diberi nafas?

Semoga manfaat.
Salam.