Sabtu, 21 Juli 2012

Dibalik Keindahan Tambak Udang, milik PT. Wachyuni Mandira (WM)

Lampung, 4 Juni - 8 Juni 2012.

Cuti kali ini berencana untuk pergi ke Sumatera. Dan Lampung pun jadi target liburan kali ini sekalian silaturahmi ke saudara sepupu yang ada disana. Tepatnya beralamat di kecamatan sungai menang, kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Sebenarnya daerah ini lebih dekat dengan Lampung daripada Sumatera Selatan. PT Wachyuni Mandira (WM) sebagai pengelola daerah tersebut dimana perusahaan ini bergerak dalam bidang usaha salah satunya adalah tambak udang. Di pulau ini yang katanya adalah pulau buatan, punya banyak tambak udang didalamnya. Dan suami sepupu saya merupakan salah satu pegawai dari perusahaan tersebut.
Perjalanan pun dimulai dari stasiun Gambir, dengan membeli tiket bis Damri Jakarta – Lampung seharga Rp. 115.000 untuk kelas bisnis, dan jam 10 malam  bis pun diberangkatkan menuju pelabuhan Merak terlebih dahulu. Tidak butuh waktu lama untuk sampai Merak, bis pun memasuki badan ferry. Didalam ferry kurang lebih memakan waktu hampir 3 jam untuk sampai pelabuhan Bakaheuni. Sampai di Bakaheuni, bis pun meluncur, tepatnya jam 7 pagi bis sampai di Bandar Lampung.
Terdapat 2 pul bis Damri di Bandar Lampung, yaitu di stasiun karang dan di dekat terminal Bandar Lampung. Saya pun memilih untuk turun di pul Damri yang berada di dekat terminal. Sampai disana perjalanan pun masih dilanjutkan dengan mencari travel untuk mengantarkan saya ke dermaga Rawajitu. Dengan bantuan sahabat sepupu saya maka saya pun diantarkan ke travel yang biasa mengantar penumpang ke daerah sana. Biaya travel Rp. 80.000.
Sekitar 8 penumpang di dalam mobil travel tersebut berangkat menuju dermaga Rawajitu sekitar jam 9 pagi. Perjalanan yang panjang kurang lebih 7 jam. Sewaktu perjalanan kesana, dari daerah kota disambung dengan melewati daerah perkampungan, melewati perkebunan kelapa sawit yang sangat luas dan akhirnya tidak ada pemandangan apa-apa hanya tanah merah pun kami lewati. Sekitar jam 5 sore mobil travel pun sampai di dermaga Rawajitu. Dermaga tersebut berada di ujung pasar daerah Rawajitu.
Perkebunan Kelapa Sawit

Hanya dengan berkendara speedboat, saya bisa ke lokasi PT. WM. Dengan membayar Rp. 50.000 per orang, perjalanan dengan menggunakan speedboat pun dimulai. Seperti ada di film Anaconda, benar-benar pengalaman baru. Awalnya terdapat banyak rumah dipinggir sungai tersebut tapi makin ketengah hanya ada pemandangan sungai tapi mirip seperti rawa, mungkin juga ada banyak buaya dipinggir muara tersebut.  
Kapal

Diperempat jalan saya dan rombongan pun wajib lapor ke security milik PT. WM, dimana semua orang yang keluar dan masuk PT. WM wajib lapor ke petugas. Perjalanan pun dilanjutkan lagi, suasana sore itu benar-benar membius saya ke dunia lain, tidak ada keramaian, hanya ada suara speedboat, suara burung camar, pemandangan rawa dan langit sore yang kejinggaan. Benar-benar daerah pedalaman.
Sekitar hampir 1 jam saya pun diantar ke kanal depan rumah sepupu saya. Jadi setiap beberapa rumah, terdapat kanal dimana ini merupakan tempat transit dari speedboat ke daratan. Daerah ini sebagian besarnya adalah para pegawai PT. WM. Mereka juga banyak yang membuka usaha seperti berjualan di pulau tersebut. Jadi sangat sedikit sekali orang yang tinggal disana tapi bukan pegawai yang bekerja untuk PT. WM. Dan rata-rata mereka membawa keluarganya untuk tinggal disana.
Kanal, Jembatan Kayu

Keesokan harinya saya pun diajak putar-putar daerah tersebut. Ternyata ini benar-benar seperti pulau kecil yang dikelilingi oleh air, antara rumah dan sungai dibuat jalan kendaraan yang hanya cukup untuk 2 arah baik sepeda atau motor. Jika saya berputar daerah ini maka tidak ada pemandangan lain selain air sungai disisinya. Yang lucunya disana banyak motor tapi tidak ada satu pun yang menggunakan kaca  spion, dan sudah pasti tidak ada polisi yang akan menilang para pengguna motor. Tidak ada mobil karena jalanannya saja hanya cukup untuk 2 motor.

Kondisi Jalanan
Terdapat beberapa TK, SD, SMP dan SMA. Katanya dulu pernah ada perguruan tinggi sekelas D3, tapi sudah ditiadakan karena tempat tersebut dijadikan tempat operasional perusahaan. Ada beberapa kumpulan toko (sekitar kurang dari 10 toko) yang menjual segala kebutuhan, dan oleh orang-orang disebut pasar J Yang lucunya lagi, setiap toko bisa dihutangkan, jadi para pembeli bisa membawa buku kecil dan menulis apa saja yang telah dibeli, maka pembayaran bisa ditanggungkan di minggu atau bulan depan. Tapi karena daerah tersebut cukup terpencil, maka kebutuhan akan sehari-hari pun cukup mahal. Disana rata-rata setiap rumah punya parabola karena jika tidak pasang, maka tidak akan mungkin mendapat channel stasiun tv.
Beberapa tempat disana salah satunya terdapat koperasi, kantor kepala desa, kantor karyawan, poliklinik, 3 tower provider, gudang makanan untuk udang yang ditambak, gudang speedboat, gudang listrik untuk penerangan daerah tersebut, gudang bensin, stasiun radio, lapangan bola, lapangan futsal, kantin untuk cari sarapan pagi, dan tempat beribadat untuk muslim, kristiani, budha dan hindu. Sesekali saya juga melihat kebun kecil seperti kol, bayam dan kangkung.  
Tempat untuk menambak udang oleh mereka disebut jalur. Ada banyak tambak udang disana, tapi jauh dari daerah pemukiman, dibatasi oleh jembatan diantaranya. Jika panen tiba dan kondisi cuaca sedang bagus, maka satu tambak bisa menghasilkan sekitar 3 ton udang. Proses panen memakan waktu seharian dan pengisian kembali tambak juga memakan waktu satu hari. Bibit udang sebelumnya diteliti terlebih dahulu dilab sebelum disebarkan ke tambak, jadi bibitnya juga merupakan bibit pilihan.
Sekali saya melihat proses panen udang, ada banyak pekerja disana, jadi ternyata tempat untuk menambak udang itu seperti empang tapi dibawahnya bukan tanah melainkan seperti terpal tebal yang diimport langsung dari Amerika. Awalnya jaring lebar direntangkan ke tambak, dan air disurutkan, setelah benar-benar surut maka para penambak memindahkan udang-udang tersebut ke keranjang besar. Udangnya berwarna putih bening, berkumis dan besar-besar. Terdapat ikan nila juga ditambak tersebut dan kondisinya juga besar dan terlihat sangat segar. Lalu segera dibawa ke tempat pendinginan agar tidak cepat busuk.
Para Penambak Udang
Keponakan Bersama Udang
Kesukaan saya sewaktu disana adalah bermain sepeda, melihat pagi dari atas jembatan, melihat pantulan sinar matahari yang memantul dari air sungai dan menikmati sore dari pinggir kanal. Jika malam disana sangat gelap dan agak menakutkan, terlebih jika hujan besar, dan lucunya lagi jika akan mati lampu maka akan ada sirine yang berbunyi ke segala penjuru yang menandakan bahwa akan mati lampu dan dimohon untuk bersiap lampu genset.
Tenangnya Pagi
Hening Siang Dan Kapalnya
Menikmati Senja Sore
Pussy Pun Terlihat Bersahabat Dengan Sore
Hampir Malam
Senang sekali dengan moment disana, apalagi bertepatan juga dengan pertandingan bola antar RT, ramai sekali dan bercampur logat antara Jawa dan Sumatera. Euforia 2 pulau pun menyatu jadi satu disana. Banyak orang Jawa disana sebanding dengan orang Sumatera. Anak-anak kecil disana bermain layaknya seperti anak-anak, ada yang bermain ayunan yang terbuat dari jaring, ada yang mencoba mengambil mangga, ada yang memetik bunga dan bermain sepeda. Melihat kebebasan mereka di masanya kanak-kanak mengingatkan saya akan senangnya saatnya menjadi kanak-kanak, tidak dengan bermain video game tapi menghabiskan waktu bermain ya dengan bermain :)
Pertandingan Bola
Disana saya seperti imigran yang bertemu dengan banyak latar belakang budaya. 5 hari disana merupakan pengalaman yang tidak akan terlupakan, seperti terhipnotis dari bisingnya kota, menikmati indahnya alam, budaya dan membuat saya menjadi lebih bersyukur akan hidup. Walaupun bekerja dan ditempatkan didaerah terpencil dan pedalaman, tapi saya rasa penduduk disana adalah orang-orang yang bisa “menikmati hidup”. Semoga para penduduk disana diberi sehat dan damai selalu.
Salam,
Semoga memberi inspirasi.

Minggu, 01 April 2012

Novel Zaman Gemblung

Rumah, 22 Maret 2012.

Mencoba berbagi cerita dengan novel yang pernah saya baca, cekidot.

Berjalan ke sebuah toko buku, mata saya pun tertuju pada satu novel berjudul Zaman Gemblung karya Sri Wintala Achmad. Novel yang mempunyai cover wayang cukup menarik perhatian saya.

“Bila zaman edan datang, banyak pemimpin akan berhati jahat, bicaranya ngawur, dan tak bisa dipercaya. Banyak perempuan yang kehilangan rasa malu. Banyak peperangan yang melibatkan para penjahat. Banyak perampokan, pemerkosaan, dan pencurian. Alam pun akan ikut terpengaruh. Banyak terjadi gerhana matahari dan bulan. Gunung-gunung meletus, menurunkan hujan abu di mana-mana. Gempa bumi, banjir, angin ribut, hujan badai, dan salah musim kerap terjadi. Banyak kerusuhan tapi tak diketahui penjahatnya. Negara tidak memiliki kewibawaan. Semua tata tertib dan aturan telah diporak-porandakan…,” ujar lelaki tua itu. Ia lalu melepaskan caping dari kepalanya. Sinopsis yang sedikit namun sarat makna, mirip dengan kondisi dunia saat ini ya? Tanpa ragu pun saya membeli novel ini, semoga ada banyak manfaat yang bisa saya ambil.

Novel ini menceritakan kisah seorang yang bernama Bagus Burhan atau lebih dikenal dengan Ranggawarsita III. Beliau merupakan salah satu pujangga besar Nusantara dan kisah yang pernah beliau tulis tidak akan pernah mati tertelan arus zaman. Karena sebuah karya yang kuat, akan tetap abadi. Contoh karya besarnya diantaranya adalah Pustaka Purwa, Kalatidha, Jaka Lodhang, Sabdatama, Sabdajati, Cemporet, Hidayat Jati dan Suluk Jiwa. Lahir pada 15 Maret 1802 M di kampung Yasadipuran, Surakarta. Beliau lahir pada masa pemerintahan Pakubuwono IV (Raja Keraton Surakarta). 

Sudiradimeja (Ranggawarsita II) dan Nyi Ageng Pajangswara adalah kedua orangtuanya. Kedua orangtua Bagus Burhan masih keturunan bangsawan tanah Jawa. Sebelum kelahiran Bagus Burhan ke dunia, kakeknya sudah meramalkan bahwa cucunya kelak akan menjadi seorang pujangga terakhir yang mempunyai banyak kelebihan. Karenanya Sastranegara banyak mengarahkan Bagus Burhan dalam budaya, sastra dan agama. Ayah Bagus Burhan pernah bertanya kenapa harus menjadi pujangga? Kenapa bukan pejuang gagah yang duduk di gigir kuda di depan para penindas orang-orang kecil? Sastranegara pun menjawab, “Menjadi pujangga atau pejuang itu sama saja. Perbedaannya, pejuang adalah pembela kebenaran yang bersenjatakan tombak, keris atau bambu runcing, tapi pujangga adalah pejuang kebenaran bersenjatakan ujung pena. Kata-kata tajam lebih sakti daripada peluru”.

Sewaktu kecil, Bagus Burhan sering didongengkan cerita rakyat ataupun cerita wayang oleh kakeknya. Tapi beliau punya kebiasaan buruk yaitu gemar mengadu ayam. Hal ini sangat meresahkan kedua orangtuanya, sampai akhirnya kakeknya pun menyarankan agar Bagus Burhan di pesantrenkan dengan ditemani oleh Tanujaya, seorang abdi dalem yang dipercaya oleh ayahnya.

Dari situlah perjalanan hidupnya dimulai dan akhirnya beliau bertemu dengan para “guru” yang mengisi ilmu untuk bekal hidupnya. Dari satu daerah ke daerah lain, dari satu desa ke desa lain, dari satu rumah ke rumah lain beliau susuri untuk bertemu dan belajar dengan para pembimbingnya. Banyak wejangan, ngilmu dan ngelmu yang beliau terima dari setiap perjalanannya. Tapi untuk mendapatkan semua itu bukanlah hal yang mudah, banyak rintangan yang harus dijalani, seperti menyucikan diri dengan berpuasa dan bertirakat. Karena seseorang harus bersih terlebih dahulu jika hendak belajar tentang penyempurnaan hidup.

Salah seorang guru yang bernama Panembahan Buminata yang mengajarkan beliau pernah berkata, “Hati adalah pedoman. Jika tak khusyuk ciptanya, maka hati akan mengalami kekacauan. Hingga sang raja atas badan itu akan rusak. Jika hati hilang kesadarannya, maka akan hilang sifat kemanusiaannya. Jika sifat kemanusiaannya hilang, maka kalian tidak akan mendapatkan kebahagiaan”.

Dari perjalanannya beliau bertemu dengan Gombak yang akhirnya menjadi pendamping hidupnya. Beliau pun juga turut melawan penjajah, sebagian besar melalui karyanya. Penjajah di novel ini diumpamakan dengan tikus putih yang dengan semena-mena merebut kemakmuran negeri ini. merampas hasil bumi, memperkosa para wanita, mempekerjakan dengan kasar para pemuda dan membunuh siapa saja yang melawan.

Suatu saat di Pendapa Kadipaten Cakraningratan, Bupati Cakraningratan yang tak lain mertuanya pernah memanggil Bagus Burhan untuk menanyakan sesuatu tentang serat Jayabaya. Bupati Cakraningratan berkata kepada Bagus Burhan bahwa harus banyak mengenal karya para leluhur agar dapat menjadi pujangga sejati yang tidak pangling dengan warisan leluhur dan dapat mengilhami dalam berkarya, hingga karyanya nanti bukan hanya sekedar hadir, tapi mampu memaknai kehadirannya.

Mertuanya berkata, “Hanya dengan ingat kepada Sang Sumber Hidup dan waspada atas segala cobaan, manusia tak akan menjadi sampah yang terombang-ambing karena arus zaman gemblung”.

Serat Jayabaya melukiskan tanda-tanda zaman gemblung, zaman dimana banyak manusia bagai tersesat dalam hutan yang berselimutkan kabut pekat, mereka tak tahu arah, saling bertubrukan dan tak tahu mana emas mana kuningan. Zaman yang diibaratkan kesenangan dan kenikmatan dunia padahal sesungguhnya adalah zaman kehancuran dan kerusakan. Kemudian Bupati Cakraningratan pun berdendang tentang zaman gemblung:

Kereta berjalan tanpa kuda,
Tanah Jawa berkalung besi,
Perahu berjalan di udara,
Sungai kehilangan danaunya,
Pasar kehilangan keramaiannya,
Manusia menemukan zaman yang terbolak – balik,
Kuda suka makan sambal,
Perempuan mengenakan pakaian laki-laki,
Banyak ayah lupa dengan anaknya,
Banyak anak yang berani melawan ibunya.
Sesama saudara saling berkelahi,
Perempuan kehilangan rasa malunya,
Laki-laki kehilangan rasa kejantanannya,
Banyak perempuan yang tidak setia pada suaminya,
Banyak ibu yang menjual anaknya,
Banyak perempuan yang menjual dirinya,
Banyak orang yang tukar-menukar pasangan,
Sering terjadi hujan salah musim,
Banyak perawan tua,
Banyak janda melahirkan anak,
Banyak bayi yang mencari ayahnya,
Perempuan melamar laki-laki,
Laki-laki merendahkan derajatnya sendiri,
Banyak anak lahir diluar nikah,
Janda murah harganya,
Janda seharga satu sen dua,
Perawan senilai dua sen dua,
Duda pincang senilai sembilan orang.

Karena itu hanya dengan ingat kepada Sang Sumber Hidup dan waspada atas segala cobaan, manusia tak akan menjadi sampah yang terombang-ambing karena arus zaman gemblung, ujarnya seusai berdendang.

Dalam perjalanannya Bagus Burhan juga mendapatkan naskah Jawa kuno yang ditulis diatas kertas kayu seperti: Ramadewa, Bimasuci, Bharatayuda, Darmasarana dan Ajipamasa.

Beliau juga bergaul dengan beberapa pegawai Belanda. Pada puncak karirnya Beliau pernah ditawari untuk menjadi guru bahasa Jawa di Belanda, namun berkat kepribadiannya beliau menolak dan lebih memilih untuk mengabdi pada Kerajaan Surakarta.

Suatu ketika Bagus Burhan menggoreskan tinta melalui ujung pena, kata demi kata menjadi kalimat, kalimat demi kalimat menjadi bait, bait demi bait menjadi puisi yang melantangkan suara kebenaran dibalik gemuruhnya zaman gemblung, berikut sepenggal karya dari sebagian karya besarnya:

Keadaan negara waktu sekarang,
Sudah semakin merosot,
Keadaan tata negara telah rusak,
Karena sudah tak ada yang dapat dijadikan panutan,
Sudah banyak yang meninggalkan petuah-petuah serta aturan-aturan lama,
Orang cerdik cendikiawan telah terbawa arus zaman gemblung,
Suasananya sangat mencekam,
Karena dunia penuh dengan kerepotan.

Selain bercerita tentang perjalanan hidup Ranggawarsita dalam novel ini pun disisipkan cerita Bharatayuda, cerita wayang dan semar. Dan pula dituliskan dalam novel ini silsilah raja-raja Jawa.

Hanya manusia berpengetahuan luas yang dapat membekali jiwanya untuk selalu ingat dan waspada. Karenanya selagi muda mengembaralah seperti burung. Hinggaplah pada setiap sarang kumbang. Cecaplah madu pengetahuan. Beliau merupakan pujangga terakhir karena beliau hidup di penghujung abad lama karena masa sesudahnya merupakan zaman baru. Saat itu kebudayaan Jawa mengalami kontak langsung dengan kebudayaan Barat. Ranggawarsita III sangat pantas dijuluki sebagai seorang pujangga besar (terakhir) dengan karya-karyanya yang bersifat kejawen dan bersumber pada budaya Jawa.

Tulisan diatas merupakan sebagian kecil rangkuman dari novel ini. Semoga mewakili rasa keingintahuan akan perjalanan hidup dari seorang yang menjadi salah satu sejarah negeri ini.

Salam.

Jumat, 24 Februari 2012

Pahlawan Kota Jakarta

Rumah, 23 Feb 2012.
Kurang lebih satu setengah jam dari rumah saya untuk bisa sampai kesana. Pada awalnya hanya sekedar ingin tahu penelitian seperti apa sih untuk skripsi yang sedang disusun oleh adik saya yang berstatus sebagai mahasiswa disalah satu universitas negeri favorit no. 1 di Indonesia. Kebetulan adik saya sudah beberapa kali berkunjung ke tempat tersebut. Dan, kami pun sampai di rumah daerah cililitan, tepatnya di gang ciliwung jakarta timur. Rumah yang sangat adem ayem dan membuat siapa saja yang berkunjung kesana akan merasa nyaman. Bukan hanya kondisi rumahnya, tapi sambutan dari tuan rumah yang sangat ramah dan hangat.
Beliau adalah ibu Sri yang menyambut kami di rumah tersebut, wanita yang mungkin seumuran nenek saya karena sudah mempunyai cicit dan terlihat masih sangat bersemangat dalam hidup. Masuk kedalam rumah, dan saya melihat ada beberapa ibu-ibu yang sedang berkumpul dan seperti sedang membuat sesuatu, dan waw ternyata mereka sedang membuat sesuatu dari sampah plastik!!
Sekitar 6 orang ibu-ibu, ada beberapa yang sedang melipat dan membentuk bungkus plastik tersebut, ada yang sedang menjahit dan ada yang mencoba mengkreasikan bentuk baru. Saat ini mereka sedang mengkreasikan bentuk tas yang tangkai / pegangan tangkainya dibuat dari plastik juga. Karena sebelumnya mereka membuat tas dengan pegangannya dibuat dari rantai yang menurut mereka hal itu cukup boros, maka untuk mengurangi biaya maka mereka mencoba membuat sesuatu yang lain dari yang sudah pernah mereka buat. Bungkus plastik tersebut pun bermacam-macam, ada yang bungkus kopi, bungkus minyak dan bungkus sabun cuci. Mereka berkumpul di rumah ibu Sri yang merupakan base camp mereka sekitar 3x dalam satu minggu.  
Mengobrol dengan mereka sambil melihat mereka membuat sesuatu, dan hanya satu yang saya pikirkan.. kreatif!!
Pada awalnya mereka hanya ibu-ibu PKK yang sering berkumpul, sampai mereka berkunjung ke pameran Go Green di Senayan tahun 2009 dan melihat kerajinan tangan sampah plastik. Lalu berangkat dari sana mereka pun mulai belajar untuk mempraktekkannya sendiri. Mereka pun lalu belajar dari buku atau mendatangi pameran atau belajar dari komunitas yang sudah lebih dulu mempraktekkan hal ini.
Dan penggerak dari itu semua adalah ibu Sri. Beliau bercerita bahwa semuanya diawali dengan modal dia sendiri. Karena tidak ada yang membiayai pada waktu itu, maka beliau pun berinisatif sendiri. Dimulai dengan membeli 3 mesin jahit dan perlengkapan lainnya seperti bahan, benang, resleting, rantai dan lain-lain. Lalu tidak hanya sampai disitu, setiap ibu-ibu yang datang dan berhasil membuat sekitar 200 bungkus plastik untuk dibentuk, maka akan diberi ongkos dari ibu Sri sekitar 25 ribu, hal ini ditujukan agar ibu-ibu termotivasi dan bersemangat. Dan beberapa bulan sekali, ibu Sri pun mengajak mereka tamasya atau berjalan-jalan untuk refreshing. Alasan utamanya adalah untuk silaturahmi. Tapi dari semua itu yang sangat disayangkan adalah pemasaran dari produk yang telah berhasil mereka buat. Mereka tidak tahu cara memasarkannya, sudah beberapa kali mereka mengikuti pameran tapi penjualannya tidak seberapa. Tapi memang niat awal dari ibu Sri adalah tidak untuk bisnis, selain silaturahmi antar warga dan mengisi kegiata PKK, beliau hanya ingin agar warga disekitarnya sadar akan kebersihan dilingkungan sekitar. Maka untuk memotivasi hal tersebut, beliau pun juga memberikan upah indomie untuk tiap sampah plastik yang datang diantar ke rumah beliau. Tentu saja sampah tersebut sudah dibersihkan dan jumlah indomie yang diberikan disesuaikan kira-kira dengan jumlah bungkus plastik yang diberikan oleh warga.
Pernah ada wakil dari Pemda DKI yang meminta mereka untuk ikut serta dalam pameran acara pemerintahan mengenai sampah plastik, tapi dalam acara tersebut yang sangat disayangkan adalah para anggota yang hadir khususnya anggota pemerintah, tidak ada yang membeli produk yang dipamerkan. Harusnya pemerintah bisa mencontohkan atau paling tidak berusaha menyenangkan para peserta pameran agar lebih menyemangati mereka dalam berkreasi lagi. Malah ada yang minta gratis.
Menurut mereka pemerintah hanya bisa membuat slogan “Jagalah kebersihan” atau “Jangan buang sampah di kali” tapi untuk menuju kesana, mereka tidak membuat sesuatu yang membuat warga tergerak. Seperti yang terjadi di sungai ciliwung dekat tempat mereka tinggal, harusnya pemerintah bisa membuat sesuatu seperti: menyediakan bak sampah di tempat tertentu dekat sungai ciliwung agar warga tidak membuangnya ke sungai. Dan tidak hanya sampai disitu, harusnya secara rutin ada mobil bak pengangkut sampah yang mengangkut sampah tersebut tiap berapa hari sekali, dan pastinya tidak dikenakan biaya. Karena salah satu alasan kenapa warga tidak membuang sampah ke tempat sampah, karena sampah mereka tidak ada yang mengangkut dikarenakan warga memang tidak mau mengeluarkan biaya untuk jasa pengangkutan sampah. Dan alasannya adalah bahwa uang mereka untuk hidup sendiri saja pas-pas an. Maka dengan mengambil jalan pintas mereka pun berasumsi bahwa lebih baik buang ke sungai dan sungai pasti akan mengalirkan sampah tersebut ke suatu tempat yang jauh dari rumah mereka!! Ooooo Tuhan, sedihnya saya melihat cerita ini.
Untuk itu ibu Sri pun berencana untuk membuat tempat sampah di tempat tertentu dekat perumahan warga dan mengkoordinasi warga yang mau mengeluarkan uangnya untuk membiayai jasa pengangkutan sampah. Jadi diharapkan warga akan mengantarkan sampahnya ketempat tersebut dan pastinya sampah tersebut akan diangkut oleh dinas yang terkait.
Untuk sampah plastik pun ibu Sri juga memotivasi mereka untuk mengantarkan sampah plastik ke rumahnya, walaupun diimingi dengan imbalan tapi hal ini paling tidak menurut beliau akan bisa menyadarkan warga untuk tidak membuang sampah sembarangan.
Lain halnya dengan sampah, lain halnya dengan pertamanan. Mereka pernah melaporkan ke dinas pertamanan bahwa ada pohon yang harus ditebang di pinggir jalan raya karena nyaris rubuh, berhubung mereka dilarang untuk menebang sendiri maka mereka menghubungi dinas pertamanan tersebut. Tapi dihubungi beberapa kali, dinas pertamanan tak kunjung datang sampai akhirnya pohon tersebut pun rubuh dengan sendirinya dan menimpa kendaraan yang sedang melintas.
Ibu Sri tinggal di daerah cililitan mulai sekitar tahun 1978, pada waktu itu kondisi sungai ciliwung sangat bening dan bersih. Sampai-sampai beliau bisa mencuci piring disana. Mulai sekitar tahun 2000 an sungai pun berubah dan makin parah setiap harinya. Entah mungkin karena makin padatnya pemukiman dan kurang kesadaran warga dan juga kurangnya pembinaan dari pemerintah, maka hal ini yang menyebabkan lingkungannya menjadi kotor.
Beliau sangat prihatin dengan kondisi ini dan berusaha untuk menjadi solusinya. Sebagai istri dari ketua RW di lingkungannya, beliau berusaha untuk mewujudkan solusi dan memberi contoh kepada warga. Dengan dukungan keluarga, maka sedikit demi sedikit solusinya terwujud. Walau tidak bisa menjahit dan tidak terlalu pandai membuat sesuatu dari sampah plastik, tapi ide dan niat beliau tetap dapat terwujud.
Walaupun harus mengeluarkan biaya sendiri dan dari kerajinan sampah plastik belum tentu menghasilkan uang tapi berangkat dari niat awal untuk silaturahmi dan membersihkan lingkungan, beliau tetap semangat menjalaninya.
Beliau berkata, bahwa sudah ada beberapa kelompok pengrajin sampah plastik di Jakarta dan sukses memasarkan produknya dan menjadikan hal ini sebagai bisnis, tapi beliau hanya ingin meyadarkan warga bahwa pedulilah terhadap sampah di sekitar lingkungan.
Sebagai seorang pendengar, saya sangat terharu dan salut. Mencoba untuk membantu dengan memperkenalkan produknya kepada masyarakat. Semoga akan banyak ibu Sri di luar sana. Dan sebagai generasi penerus, saya rasa hal ini harus diajarkan kepada generasi saya dan di bawah saya untuk melakukan hal yang sama bahkan harus lebih dari hal ini. Karena kalau bukan dari kita, lalu siapa lagi yang akan peduli!! Dimulai dari lingkungan sekitar lalu teruskan ke lingkungan yang lebih luas. Semoga kita bisa menjadi bagian dari solusi dalam kehidupan yang mungkin sudah semakin memprihatinkan.
Dari ibu Sri, saya belajar bahwa segala sesuatu harus dimulai dari diri sendiri dan umur bukanlah penghalang untuk tetap berkreasi mewujudkan solusi bagi kehidupan. Bagiku beliau adalah pahlawan kota Jakarta.
Salam,
Semoga menginspirasi.

Sabtu, 11 Februari 2012

Kita, Pancasila dan Bangsa Indonesia Sejati


Untuk sebuah negara seluas Indonesia, dengan berbagai macam ribuan perbedaan budaya, menurut saya sudah kewajiban bagi kita sebagai seorang warga negara Indonesia untuk mempelajari dan memahaminya. Bukan kewajiban yang terpaksa, tapi sia-sia saja jika kita sudah ditakdirkan lahir di negara ini, tapi tak pernah mempelajari bahkan mengenal apa saja yang ada didalamnya.
Sebenarnya apa sih budaya itu? Dari info yang saya peroleh melalui bacaan online dan offline bahwa budaya itu adalah segala sesuatu yang tercipta / berbagai macam tatanan sosial yang dilakukan oleh sekumpulan individu di suatu tempat tertentu di masa lalu dan kemudian melalui waktu hingga sampai di masa selanjutnya. Pemberian itu kemudian diulang sebagai sebuah tradisi dari warisan masa lalu oleh generasi sekarang. Siklus itu hanya akan terputus jika budaya (warisan) tersebut tidak lagi diulang oleh generasi selanjutnya. Jadi artinya budaya akan terus menjadi sebuah warisan jika masyarakat / faktor sosial terus menggunakannya sebagai bagian dari keterinteraksian antar mereka. Maka saya dapat menyimpulkan.. bahwa budaya itu adalah segala tatanan cara yang terjadi di suatu tempat dan merupakan ciri khas / unik dari tempat asalnya, dan akan terus ada jika generasinya terus melanjutkan tatanan cara tersebut.
Tentunya para pendahulu tidak membuat tata cara di daerah asalnya dengan semena-mena, pasti ada cerita dan maksud dibalik itu semua. Karena budaya merupakan bagian dari sejarah. Dan sejarah akan tetap hidup karena terus diwariskan ke generasi selanjutnya. Maka bangsa yang besar dan kokoh adalah bangsa yang mengenal, mempelajari dan memahami sejarahnya.
Saya dapat menyimpulkan satu hal.. bahwa bangsa indonesia bukanlah bangsa yang dapat disepelekan. Bangsa yang mempunyai cara berpikir yang luar biasa, itu terbukti dari budaya yang diciptakan para terdahulu. Ini meyakinkan saya bahwa bangsa ini sudah memiliki cara berpikir yang maju dari dahulu. Tapi.. siapa saja sih yang dimaksud bangsa Indonesia?? Siapa saja yang layak disebut bangsa Indonesia? Apakah semua manusia penghuni dari ujung pulau sabang sampai ujung papua itu sudah cukup disebut bangsa Indonesia?? Apakah mereka juga berpendapat yang sama bahwa mereka adalah orang Indonesia?
Bagi saya.. bangsa Indonesia adalah kumpulan manusia yang masih mempunyai tata cara timur khas Indonesia dan bertempat tinggal sah di Republik Indonesia.. yaaa itu adalah bangsa indonesia. Apa saja sih tata cara timur itu? Hal itu bisa dilihat dari cara berbicara dan bersikap. Tentunya sesuai dengan kebudayaan tempat mereka tinggal atau berasal. Karena saya yakin bahwa budaya timur adalah budaya paling santun yang pernah ada di dunia. Maka ketika seorang manusia itu bersikap santun, maka saya yakin sekitar 90% bahwa mereka berasal dari orang timur. Bukannya menjelekkan budaya barat, tapi sopan santun memang punya orang timur, coba saja perhatikan perbedaannya. Maka ketika ada seorang warga negara Indonesia yang berkelakuan kebarat-baratan atau lebih mengikuti budaya barat atau bisa dibilang hilang itu sopan santun.. maka bagi saya mereka bukanlah “bangsa Indonesia”.
Nah sekarang tinggal bagaimana kita yang merupakan seorang warga negara Indonesia yang sah secara negara bisa menjadi seorang “bangsa indonesia”?
Belajarlah.. berawal belajar untuk mengenal budaya dari ayah dan ibu kita berasal. Ketika sudah belajar maka ambillah sisi positifnya, ambil sesuatu yang bermanfaat.. terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Maka bagi saya seorang yang sudah bisa menerapkan tata cara budaya ayah dan ibunya.. itu adalah “bangsa Indonesia”. Bukan hanya seorang bangsa yang bertempat tinggal di Indonesia, tapi ada sesuatu tata cara yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Maka jadilah bangsa Indonesia yang sejati. Jadilah bagian dari bangsa ini. Terapkan, lalu ajarkan ke anak cucumu kelak. Maka budaya / tata cara khas itu tidak akan pernah hilang ditelan oleh perkembangan zaman.
Kalau sudah mengenal bahkan menerapkan tata cara budaya dari ayah dan ibu kita, maka belajarlah budaya dari lain daerah. Ambil sisi positifnya. Bandingkan dengan tata cara dari tempat kita berasal. Tarik “benang merah” nya. Maka akan banyak kekayaan yang dapat kita temukan didalamnya. Dan jika tujuannya sama, mengapa harus mempermasalahkan caranya. Ambilah tata cara yang menurutmu pas dengan kata hatimu dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Berbanggalah menjadi bangsa Indonesia, karena itu pakailah tata cara dari tempatmu sendiri, Indonesia.
Jangan pernah merasa ragu atau malas untuk menceritakan dan mengajarkan tata cara budaya kepada keturunan kita, karena bercerita merupakan awal untuk memperkenalkan budaya. Memperkenalkan budaya seperti menceritakan bagian dari sejarah, karena untuk membentuk bangsa yang sejati adalah dengan menjadikan dirinya mengenal dan memahami dari mana dia berasal. Dengan mempelajari bahasa daerah dan tarian daerah, menerapkan perilaku tata cara sopan santun, dan belajar sejarah Indonesia merupakan beberapa cara untuk menghargai bangsa sendiri.
Tapi sebelum bercerita sejarah ke anak cucu kita, maka pelajarilah terlebih dahulu. Jangan sampai kita menceritakan hal yang salah. Belajarlah.. belum terlambat.
Jika bukan kita maka siapa lagi. Jangan sampai anak cucu kita atau siapa pun itu yang jelas-jelas ber KTP warga negara Indonesia dan keturunan orang Indonesia asli, tapi buta sama sekali akan budayanya sendiri. Karena perkembangan zaman sudah semakin menggila. Maka jagalah tata cara yang santun itu kepada mereka. Terapkan dari mereka lahir ke dunia, maka mudah-mudahan mereka akan kuat menghadapi serangan arus globalisasi yang begitu dahsyatnya. Menjadi manusia yang mengikuti perkembangan zaman dengan tidak meninggalkan identitasnya sebagai seorang bangsa Indonesia. Menjadi bangsa yang tidak mudah terguncang gangguan dari luar dan bisa menyaring apapun yang masuk ke dalam dirinya, dengan menggunakan akal sehat dan hati nuraninya.

Berbanggalah dengan adanya Pancasila, karena bagi saya pribadi, Pancasila merupakan pemersatu keberagaman yang ada di Indonesia, dari mulai agama, suku, budaya bahkan pendapat atau opini masyarakat. Bayangkan jika tidak ada Pancasila, pasti akan terjadi perang saudara besar-besaran. Begitu hebatnya para pendahulu kita yang mengkreasikan Pancasila sedemikian rupa, sehingga sampai saat ini kita masih hidup berdampingan dengan keberagaman, sehingga Pancasila dapat dijadikan kiblat bagi bangsa yang kaya akan keberagaman, maka berterima kasihlah dengan adanya Pancasila.

Yang dibutuhkan bagi kita sebagai generasi penerus adalah menghargai keberagaman dan mempelajari budaya sendiri. Salah satu cara untuk memperkokoh persatuan yaitu dengan cara belajar dan berbangga dengan budaya daerah tapi tidak membenci budaya orang lain. Maka arus yang dibilang globalisasi, dapat diterima dengan tidak meninggalkan jati diri bangsa. Pancasila itu bukan sekedar lambang, tapi "Pancasilakan-lah dirimu". 
Karena manusia dilahirkan ke dunia pasti dengan ada maksud dan tujuan dari Yang Maha Kuasa, tidak terkecuali dengan kita yang dilahirkan di negara ini. Bangun bangsa ini. Buat pondasi yang kuat di diri kita dan siapa pun itu di lingkungan kita. Bangsa yang sejati adalah bangsa yang mengenal dirinya. Dan bangsa yang mempunyai budaya yang tua dan kuat.. tidak akan pernah musnah.
Sekian. 
Semoga bermanfaat.

Jumat, 27 Januari 2012

Syarat Sidang - Sistem Informasi (S1)

PENDAFTARAN SIDANG SARJANA (S1)
FAKULTAS ILMU KOMPUTER
JURUSAN SISTEM INFORMASI

Persyaratan mahasiswa yang dapat mendaftar sidang Sarjana (S1)

1. Aktif disemester yang berjalan.
2. Telah dinyatakan lulus Ujian Utama diperiode tertentu atau telah mengikuti sebanyak
15 mata kuliah dengan IPK minimal 3,00 dan tidak ada nilai D.
3. Sudah memenuhi jumlah SKS minimal 152 dengan IPK total (IPK gabungan DNU+DNS)
minimal 2.00 dan maksimal empat nilai D.
4. Tidak boleh nilai D untuk matakuliah berikut ini :
Ilmu Budaya Dasar
Ilmu Sosial Dasar
Pendidikan Agama
Pendidikan Kewiraan (Pendidikan Kewarganegaraan)
Bahasa Inggris.
5. Telah lulus Penulisan Ilmiah (PI) dan menyerahkan hardcover PI ke Perpustakaan
serta mengurus bebas peminjaman buku dari Perpustakaan.
6. Telah dinyatakan lulus Kursus dan Workshop.
7. Telah mengurus Surat Pengecekan Uang Kuliah di bagian Keuangan.
8. Telah mengikuti Aptitude Test.
9. (Khusus jalur skripsi) : Tugas Akhir telah disetujui /Acc oleh Dosen Pembimbing.

Catatan :

1. Untuk mahasiswa angkatan 2003 yang mendapat SK skripsi adalah yang IPK semester 7
minimal 3,25. Daftar mahasiswa yang mendapat SK skripsi telah ada, sedang dalam proses
pembuatan SK oleh Sektor.
2. Jika mahasiswa tidak mendapat SK skripsi, tetapi mahasiswa tersebut ingin skripsi, maka
mahasiswa tersebut dapat mengajukan proposal skripsi ke Ketua Jurusan. Format
penulisan proposal dapat di lihat di Sekretariat Jurusan.
3. Jika mahasiswa mendapat SK skripsi, maka mahasiswa tersebut harus menyelesaikan
skripsinya, tidak diperkenankan untuk pindah jalur ke ujian comprehensive.

--
Jurusan Sistem Informasi
Universitas Gunadarma



 PENDAFTARAN SIDANG DIPLOMA (D3)
FAKULTAS ILMU KOMPUTER
JURUSAN MANAJEMEN INFORMATIKA


Persyaratan mahasiswa yang dapat mendaftar sidang Diploma (D3)

1. Aktif disemester yang berjalan.
2. Telah dinyatakan lulus Ujian Utama diperiode tertentu atau telah mengikuti sebanyak
10 mata kuliah dengan ipk minimal 2.75 dan tidak ada nilai D.
3. Sudah memenuhi jumlah sks minimal 110 dengan IPK total (IPK gabungan DNU+DNS)
minimal 2.00 dan maksimal tiga nilai D.
4. Tidak boleh nilai D untuk mata kuliah berikut ini :
Ilmu Sosial Dasar
Pendidikan Agama
Pendidikan Kewiraan (Pendidikan Kewarganegaraan
Bahasa Inggris.
5. Penulisan Ilmiah (PI) telah disetujui/ Acc oleh Dosen Pembimbing.
6. Telah dinyatakan lulus Kursus dan Workshop.
7. Telah mengurus Surat Keterangan Pengecekan Pembayaran Uang Kuliah di bagian
Keuangan.
8. Telah mengurus Surat Bebas Peminjaman Buku.


--
Jurusan Sistem Informasi
Universitas Gunadarma

Petunjuk Tulisan Ilmiah

                             PETUNJUK TULISAN ILMIAH

                        Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
                                        Universitas Gunadarma

TUJUAN

Tujuan pembuatan Tulisan Ilmiah adalah melatih mahasiswa menuangkan hasil pengamatan atau
pembuatan   sesuatu   atau   pengalaman   kerja   dalam  bentuk   sebuah   laporan   tertulis   berdasarkan
kaidah penelitian ilmiah.

ISI DAN MATERI

Isi dari Tulisan Ilmiah memenuhi aspek-aspek di bawah ini :
1. Relevan dengan jurusan dari mahasiswa yang bersangkutan.
2. Mempunyai pokok permasalahan dan batasan yang jelas.
3. Masalah dibatasi, sesempit mungkin. Memenuhi kaidah penelitian ilmiah.

STRUKTUR TULISAN ILMIAH

Susunan struktur Tulisan Ilmiah adalah sebagai berikut :
1. Bagian Awal
2. Pendahuluan
3. Tinjauan Pustaka / Landasan Teori.
4. Hasil Penelitian dan Analisa / Pembahasan dan Analisa                     Bagian Pokok
5. Kesimpulan (& Saran)
6. Bagian akhir

1. Bagian Awal
    Bagian Awal, terdiri atas :
    -    Halaman Judul
         Ditulis sesuai dengan cover depan Tulisan Ilmiah standar Universitas Gunadarma.
    -    Lembar Originalitas & Publikasi
         Berisi tentang pernyataan keaslian pembuatan tulisan serta kerelaan untuk dipublikasikan
         oleh Gunadarma
    -    Lembar Pengesahan
         Dituliskan   Judul   PI,   Nama,   NPM,   NIRM,   Tanggal   Sidang,   Tanggal   Lulus,  dan   tanda
         tangan Pembimbing, Kasubag. PI / Kabag. Sidang & Ujian, serta Ketua Jurusan / Ketua
         Program Studi, sesuai dengan jurusan masing-masing.
    -    Abstrak
         Berisi ringkasan dari tulisan. Maksimal 1 halaman saja.
    -    Kata Pengantar
         Berisi   ucapan   terima   kasih   kepada   pihak-pihak  yang   ikut   berperan   dalam   pelaksanaan
         penelitian   dan   tulisan   ilmiah   yakni   :  Rektor,   Dekan,   Ketua   Jurusan   /   Ketua   Program
         Studi, Kasubag PI / Kabag Sidang & Ujian, Pembimbing, Perusahaan, Keluarga, Rekan-
         rekan, dll.
    -    Daftar Isi

Petunjuk Tulisan Ilmiah                                                                                   1
Filkom&TI - Gunadarma.2008

Tragedi Xenia

Jakarta, 27 Jan 2012.

Masih segar diingatan kita tentang tragedi xenia tgl 22 Jan 2012, tepatnya hari minggu yang lalu. Jam 11 pagi di depan tugu tani, mobil naas itu pun menabrak 12 pejalan kaki. Ironisnya si pengemudi yang berjenis kelamin wanita dan dalam kondisi ngedrugs. Tragis memang karena semua yang tertabrak sedang berjalan di pinggir jalan alias di trotoar pejalan kaki. Kebanyakan mereka habis pulang dari Monas, karena kalau minggu pagi memang area Monas dipenuhi oleh masyarakat yang ingin berkegiatan olahraga maupun tamasya. Para korban pun sebagian besar anak-anak yang habis pulang futsal dan rombongan keluarga.

Tapi mungkin memang sudah takdir. Afriyani Susanti si pengemudi dan kawan-kawannya masih diadili oleh negara. Tapi sampai sekarang pun prosesnya masih belum selesai. Kalau boleh flash back, penyebab dari semua ini adalah sebuah suplemen yang membawa pengaruh yang sangat luar biasa. DRUGS alias obat-obatan terlarang. Sedemikian suksesnya barang itu membawa petaka.

Apa yang kita bisa ambil sebagai hikmah dari tragedi ini??
Saya sangat prihatin kepada para keluarga, sebegitu tragisnya maut merenggut anggota keluarga mereka. Tapi saya lebih sangat prihatin kepada siapa saja yang sidah menjadi teman-temannya DRUGS. Bagaimana bisa barang sejahat itu masih dijadikan teman??! Siapa yang salah kalau gitu??

Si pengemudi xenia memang jelas salah karena dia yang menyetir kendaraan tersebut, tapi coba flash back kebelakang, bagaimana komunitas atau pergaulan anak muda jaman sekarang begitu mudah dimasuki oleh DRUGS!! Siapa yang salah?

Yang jelas orang tua sangat berperan kepada kondisi pergaulan yang anak pilih. Jika saja orang tua lebih memperhatikan anak-anaknya, mungkin mereka bisa lebih waspada akan bahaya DRUGS dan pergaulan bebas. Karena Jakarta tentu saja, sudah diisi oleh berbagai jenis manusia, orang tua dan keluarga seharusnya bisa lebih memperhatikan anak-anaknya agar tidak salah langkah.

Sebagai seorang perempuan, saya pun was-was bagaimana kondisi zaman anak saya nanti??! Tapi jika saya sudah siap menjadi orang tua, semoga rasa tanggung jawab akan titipan dari Allah tersebut bisa dijaga dengan sangat baik.

Perlu pendidikan dari keluarga sejak dini. Memperkenalkan ke anak-anak mana yang baik dan mana yang tidak baik, mengajarkan kasih sayang dan rasa peduli, rasa hormat dan cinta terhadap diri, keluarga dan negaranya. Semoga kelak jika besar nanti, anak tersebut akan menjadi manusia yang tangguh dengan arus jaman yang semakin menggila.

Moral. Pendidikan moral sejak dini sangat penting untuk siapa saja yang sudah punya anak. Karena dari itu, membangun sebuah keluarga, bukan hanya bagaimana memberi keluarga nafkah duniawi, tapi bagaimana membangun keluarga yang kokoh dan harmonis.

Karena keluarga itu adalah sumber awal dari segalanya. Cintailah apa yang sudah kita miliki. Jagalah yang kita punya sebaik mungkin. Bersyukur kepada Yang Maha Segalanya. Maka insya allah hidup akan menjadi lebih manfaat.

Salam,
Semoga menginspirasi.