Jumat, 24 Februari 2012

Pahlawan Kota Jakarta

Rumah, 23 Feb 2012.
Kurang lebih satu setengah jam dari rumah saya untuk bisa sampai kesana. Pada awalnya hanya sekedar ingin tahu penelitian seperti apa sih untuk skripsi yang sedang disusun oleh adik saya yang berstatus sebagai mahasiswa disalah satu universitas negeri favorit no. 1 di Indonesia. Kebetulan adik saya sudah beberapa kali berkunjung ke tempat tersebut. Dan, kami pun sampai di rumah daerah cililitan, tepatnya di gang ciliwung jakarta timur. Rumah yang sangat adem ayem dan membuat siapa saja yang berkunjung kesana akan merasa nyaman. Bukan hanya kondisi rumahnya, tapi sambutan dari tuan rumah yang sangat ramah dan hangat.
Beliau adalah ibu Sri yang menyambut kami di rumah tersebut, wanita yang mungkin seumuran nenek saya karena sudah mempunyai cicit dan terlihat masih sangat bersemangat dalam hidup. Masuk kedalam rumah, dan saya melihat ada beberapa ibu-ibu yang sedang berkumpul dan seperti sedang membuat sesuatu, dan waw ternyata mereka sedang membuat sesuatu dari sampah plastik!!
Sekitar 6 orang ibu-ibu, ada beberapa yang sedang melipat dan membentuk bungkus plastik tersebut, ada yang sedang menjahit dan ada yang mencoba mengkreasikan bentuk baru. Saat ini mereka sedang mengkreasikan bentuk tas yang tangkai / pegangan tangkainya dibuat dari plastik juga. Karena sebelumnya mereka membuat tas dengan pegangannya dibuat dari rantai yang menurut mereka hal itu cukup boros, maka untuk mengurangi biaya maka mereka mencoba membuat sesuatu yang lain dari yang sudah pernah mereka buat. Bungkus plastik tersebut pun bermacam-macam, ada yang bungkus kopi, bungkus minyak dan bungkus sabun cuci. Mereka berkumpul di rumah ibu Sri yang merupakan base camp mereka sekitar 3x dalam satu minggu.  
Mengobrol dengan mereka sambil melihat mereka membuat sesuatu, dan hanya satu yang saya pikirkan.. kreatif!!
Pada awalnya mereka hanya ibu-ibu PKK yang sering berkumpul, sampai mereka berkunjung ke pameran Go Green di Senayan tahun 2009 dan melihat kerajinan tangan sampah plastik. Lalu berangkat dari sana mereka pun mulai belajar untuk mempraktekkannya sendiri. Mereka pun lalu belajar dari buku atau mendatangi pameran atau belajar dari komunitas yang sudah lebih dulu mempraktekkan hal ini.
Dan penggerak dari itu semua adalah ibu Sri. Beliau bercerita bahwa semuanya diawali dengan modal dia sendiri. Karena tidak ada yang membiayai pada waktu itu, maka beliau pun berinisatif sendiri. Dimulai dengan membeli 3 mesin jahit dan perlengkapan lainnya seperti bahan, benang, resleting, rantai dan lain-lain. Lalu tidak hanya sampai disitu, setiap ibu-ibu yang datang dan berhasil membuat sekitar 200 bungkus plastik untuk dibentuk, maka akan diberi ongkos dari ibu Sri sekitar 25 ribu, hal ini ditujukan agar ibu-ibu termotivasi dan bersemangat. Dan beberapa bulan sekali, ibu Sri pun mengajak mereka tamasya atau berjalan-jalan untuk refreshing. Alasan utamanya adalah untuk silaturahmi. Tapi dari semua itu yang sangat disayangkan adalah pemasaran dari produk yang telah berhasil mereka buat. Mereka tidak tahu cara memasarkannya, sudah beberapa kali mereka mengikuti pameran tapi penjualannya tidak seberapa. Tapi memang niat awal dari ibu Sri adalah tidak untuk bisnis, selain silaturahmi antar warga dan mengisi kegiata PKK, beliau hanya ingin agar warga disekitarnya sadar akan kebersihan dilingkungan sekitar. Maka untuk memotivasi hal tersebut, beliau pun juga memberikan upah indomie untuk tiap sampah plastik yang datang diantar ke rumah beliau. Tentu saja sampah tersebut sudah dibersihkan dan jumlah indomie yang diberikan disesuaikan kira-kira dengan jumlah bungkus plastik yang diberikan oleh warga.
Pernah ada wakil dari Pemda DKI yang meminta mereka untuk ikut serta dalam pameran acara pemerintahan mengenai sampah plastik, tapi dalam acara tersebut yang sangat disayangkan adalah para anggota yang hadir khususnya anggota pemerintah, tidak ada yang membeli produk yang dipamerkan. Harusnya pemerintah bisa mencontohkan atau paling tidak berusaha menyenangkan para peserta pameran agar lebih menyemangati mereka dalam berkreasi lagi. Malah ada yang minta gratis.
Menurut mereka pemerintah hanya bisa membuat slogan “Jagalah kebersihan” atau “Jangan buang sampah di kali” tapi untuk menuju kesana, mereka tidak membuat sesuatu yang membuat warga tergerak. Seperti yang terjadi di sungai ciliwung dekat tempat mereka tinggal, harusnya pemerintah bisa membuat sesuatu seperti: menyediakan bak sampah di tempat tertentu dekat sungai ciliwung agar warga tidak membuangnya ke sungai. Dan tidak hanya sampai disitu, harusnya secara rutin ada mobil bak pengangkut sampah yang mengangkut sampah tersebut tiap berapa hari sekali, dan pastinya tidak dikenakan biaya. Karena salah satu alasan kenapa warga tidak membuang sampah ke tempat sampah, karena sampah mereka tidak ada yang mengangkut dikarenakan warga memang tidak mau mengeluarkan biaya untuk jasa pengangkutan sampah. Dan alasannya adalah bahwa uang mereka untuk hidup sendiri saja pas-pas an. Maka dengan mengambil jalan pintas mereka pun berasumsi bahwa lebih baik buang ke sungai dan sungai pasti akan mengalirkan sampah tersebut ke suatu tempat yang jauh dari rumah mereka!! Ooooo Tuhan, sedihnya saya melihat cerita ini.
Untuk itu ibu Sri pun berencana untuk membuat tempat sampah di tempat tertentu dekat perumahan warga dan mengkoordinasi warga yang mau mengeluarkan uangnya untuk membiayai jasa pengangkutan sampah. Jadi diharapkan warga akan mengantarkan sampahnya ketempat tersebut dan pastinya sampah tersebut akan diangkut oleh dinas yang terkait.
Untuk sampah plastik pun ibu Sri juga memotivasi mereka untuk mengantarkan sampah plastik ke rumahnya, walaupun diimingi dengan imbalan tapi hal ini paling tidak menurut beliau akan bisa menyadarkan warga untuk tidak membuang sampah sembarangan.
Lain halnya dengan sampah, lain halnya dengan pertamanan. Mereka pernah melaporkan ke dinas pertamanan bahwa ada pohon yang harus ditebang di pinggir jalan raya karena nyaris rubuh, berhubung mereka dilarang untuk menebang sendiri maka mereka menghubungi dinas pertamanan tersebut. Tapi dihubungi beberapa kali, dinas pertamanan tak kunjung datang sampai akhirnya pohon tersebut pun rubuh dengan sendirinya dan menimpa kendaraan yang sedang melintas.
Ibu Sri tinggal di daerah cililitan mulai sekitar tahun 1978, pada waktu itu kondisi sungai ciliwung sangat bening dan bersih. Sampai-sampai beliau bisa mencuci piring disana. Mulai sekitar tahun 2000 an sungai pun berubah dan makin parah setiap harinya. Entah mungkin karena makin padatnya pemukiman dan kurang kesadaran warga dan juga kurangnya pembinaan dari pemerintah, maka hal ini yang menyebabkan lingkungannya menjadi kotor.
Beliau sangat prihatin dengan kondisi ini dan berusaha untuk menjadi solusinya. Sebagai istri dari ketua RW di lingkungannya, beliau berusaha untuk mewujudkan solusi dan memberi contoh kepada warga. Dengan dukungan keluarga, maka sedikit demi sedikit solusinya terwujud. Walau tidak bisa menjahit dan tidak terlalu pandai membuat sesuatu dari sampah plastik, tapi ide dan niat beliau tetap dapat terwujud.
Walaupun harus mengeluarkan biaya sendiri dan dari kerajinan sampah plastik belum tentu menghasilkan uang tapi berangkat dari niat awal untuk silaturahmi dan membersihkan lingkungan, beliau tetap semangat menjalaninya.
Beliau berkata, bahwa sudah ada beberapa kelompok pengrajin sampah plastik di Jakarta dan sukses memasarkan produknya dan menjadikan hal ini sebagai bisnis, tapi beliau hanya ingin meyadarkan warga bahwa pedulilah terhadap sampah di sekitar lingkungan.
Sebagai seorang pendengar, saya sangat terharu dan salut. Mencoba untuk membantu dengan memperkenalkan produknya kepada masyarakat. Semoga akan banyak ibu Sri di luar sana. Dan sebagai generasi penerus, saya rasa hal ini harus diajarkan kepada generasi saya dan di bawah saya untuk melakukan hal yang sama bahkan harus lebih dari hal ini. Karena kalau bukan dari kita, lalu siapa lagi yang akan peduli!! Dimulai dari lingkungan sekitar lalu teruskan ke lingkungan yang lebih luas. Semoga kita bisa menjadi bagian dari solusi dalam kehidupan yang mungkin sudah semakin memprihatinkan.
Dari ibu Sri, saya belajar bahwa segala sesuatu harus dimulai dari diri sendiri dan umur bukanlah penghalang untuk tetap berkreasi mewujudkan solusi bagi kehidupan. Bagiku beliau adalah pahlawan kota Jakarta.
Salam,
Semoga menginspirasi.

Sabtu, 11 Februari 2012

Kita, Pancasila dan Bangsa Indonesia Sejati


Untuk sebuah negara seluas Indonesia, dengan berbagai macam ribuan perbedaan budaya, menurut saya sudah kewajiban bagi kita sebagai seorang warga negara Indonesia untuk mempelajari dan memahaminya. Bukan kewajiban yang terpaksa, tapi sia-sia saja jika kita sudah ditakdirkan lahir di negara ini, tapi tak pernah mempelajari bahkan mengenal apa saja yang ada didalamnya.
Sebenarnya apa sih budaya itu? Dari info yang saya peroleh melalui bacaan online dan offline bahwa budaya itu adalah segala sesuatu yang tercipta / berbagai macam tatanan sosial yang dilakukan oleh sekumpulan individu di suatu tempat tertentu di masa lalu dan kemudian melalui waktu hingga sampai di masa selanjutnya. Pemberian itu kemudian diulang sebagai sebuah tradisi dari warisan masa lalu oleh generasi sekarang. Siklus itu hanya akan terputus jika budaya (warisan) tersebut tidak lagi diulang oleh generasi selanjutnya. Jadi artinya budaya akan terus menjadi sebuah warisan jika masyarakat / faktor sosial terus menggunakannya sebagai bagian dari keterinteraksian antar mereka. Maka saya dapat menyimpulkan.. bahwa budaya itu adalah segala tatanan cara yang terjadi di suatu tempat dan merupakan ciri khas / unik dari tempat asalnya, dan akan terus ada jika generasinya terus melanjutkan tatanan cara tersebut.
Tentunya para pendahulu tidak membuat tata cara di daerah asalnya dengan semena-mena, pasti ada cerita dan maksud dibalik itu semua. Karena budaya merupakan bagian dari sejarah. Dan sejarah akan tetap hidup karena terus diwariskan ke generasi selanjutnya. Maka bangsa yang besar dan kokoh adalah bangsa yang mengenal, mempelajari dan memahami sejarahnya.
Saya dapat menyimpulkan satu hal.. bahwa bangsa indonesia bukanlah bangsa yang dapat disepelekan. Bangsa yang mempunyai cara berpikir yang luar biasa, itu terbukti dari budaya yang diciptakan para terdahulu. Ini meyakinkan saya bahwa bangsa ini sudah memiliki cara berpikir yang maju dari dahulu. Tapi.. siapa saja sih yang dimaksud bangsa Indonesia?? Siapa saja yang layak disebut bangsa Indonesia? Apakah semua manusia penghuni dari ujung pulau sabang sampai ujung papua itu sudah cukup disebut bangsa Indonesia?? Apakah mereka juga berpendapat yang sama bahwa mereka adalah orang Indonesia?
Bagi saya.. bangsa Indonesia adalah kumpulan manusia yang masih mempunyai tata cara timur khas Indonesia dan bertempat tinggal sah di Republik Indonesia.. yaaa itu adalah bangsa indonesia. Apa saja sih tata cara timur itu? Hal itu bisa dilihat dari cara berbicara dan bersikap. Tentunya sesuai dengan kebudayaan tempat mereka tinggal atau berasal. Karena saya yakin bahwa budaya timur adalah budaya paling santun yang pernah ada di dunia. Maka ketika seorang manusia itu bersikap santun, maka saya yakin sekitar 90% bahwa mereka berasal dari orang timur. Bukannya menjelekkan budaya barat, tapi sopan santun memang punya orang timur, coba saja perhatikan perbedaannya. Maka ketika ada seorang warga negara Indonesia yang berkelakuan kebarat-baratan atau lebih mengikuti budaya barat atau bisa dibilang hilang itu sopan santun.. maka bagi saya mereka bukanlah “bangsa Indonesia”.
Nah sekarang tinggal bagaimana kita yang merupakan seorang warga negara Indonesia yang sah secara negara bisa menjadi seorang “bangsa indonesia”?
Belajarlah.. berawal belajar untuk mengenal budaya dari ayah dan ibu kita berasal. Ketika sudah belajar maka ambillah sisi positifnya, ambil sesuatu yang bermanfaat.. terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Maka bagi saya seorang yang sudah bisa menerapkan tata cara budaya ayah dan ibunya.. itu adalah “bangsa Indonesia”. Bukan hanya seorang bangsa yang bertempat tinggal di Indonesia, tapi ada sesuatu tata cara yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Maka jadilah bangsa Indonesia yang sejati. Jadilah bagian dari bangsa ini. Terapkan, lalu ajarkan ke anak cucumu kelak. Maka budaya / tata cara khas itu tidak akan pernah hilang ditelan oleh perkembangan zaman.
Kalau sudah mengenal bahkan menerapkan tata cara budaya dari ayah dan ibu kita, maka belajarlah budaya dari lain daerah. Ambil sisi positifnya. Bandingkan dengan tata cara dari tempat kita berasal. Tarik “benang merah” nya. Maka akan banyak kekayaan yang dapat kita temukan didalamnya. Dan jika tujuannya sama, mengapa harus mempermasalahkan caranya. Ambilah tata cara yang menurutmu pas dengan kata hatimu dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Berbanggalah menjadi bangsa Indonesia, karena itu pakailah tata cara dari tempatmu sendiri, Indonesia.
Jangan pernah merasa ragu atau malas untuk menceritakan dan mengajarkan tata cara budaya kepada keturunan kita, karena bercerita merupakan awal untuk memperkenalkan budaya. Memperkenalkan budaya seperti menceritakan bagian dari sejarah, karena untuk membentuk bangsa yang sejati adalah dengan menjadikan dirinya mengenal dan memahami dari mana dia berasal. Dengan mempelajari bahasa daerah dan tarian daerah, menerapkan perilaku tata cara sopan santun, dan belajar sejarah Indonesia merupakan beberapa cara untuk menghargai bangsa sendiri.
Tapi sebelum bercerita sejarah ke anak cucu kita, maka pelajarilah terlebih dahulu. Jangan sampai kita menceritakan hal yang salah. Belajarlah.. belum terlambat.
Jika bukan kita maka siapa lagi. Jangan sampai anak cucu kita atau siapa pun itu yang jelas-jelas ber KTP warga negara Indonesia dan keturunan orang Indonesia asli, tapi buta sama sekali akan budayanya sendiri. Karena perkembangan zaman sudah semakin menggila. Maka jagalah tata cara yang santun itu kepada mereka. Terapkan dari mereka lahir ke dunia, maka mudah-mudahan mereka akan kuat menghadapi serangan arus globalisasi yang begitu dahsyatnya. Menjadi manusia yang mengikuti perkembangan zaman dengan tidak meninggalkan identitasnya sebagai seorang bangsa Indonesia. Menjadi bangsa yang tidak mudah terguncang gangguan dari luar dan bisa menyaring apapun yang masuk ke dalam dirinya, dengan menggunakan akal sehat dan hati nuraninya.

Berbanggalah dengan adanya Pancasila, karena bagi saya pribadi, Pancasila merupakan pemersatu keberagaman yang ada di Indonesia, dari mulai agama, suku, budaya bahkan pendapat atau opini masyarakat. Bayangkan jika tidak ada Pancasila, pasti akan terjadi perang saudara besar-besaran. Begitu hebatnya para pendahulu kita yang mengkreasikan Pancasila sedemikian rupa, sehingga sampai saat ini kita masih hidup berdampingan dengan keberagaman, sehingga Pancasila dapat dijadikan kiblat bagi bangsa yang kaya akan keberagaman, maka berterima kasihlah dengan adanya Pancasila.

Yang dibutuhkan bagi kita sebagai generasi penerus adalah menghargai keberagaman dan mempelajari budaya sendiri. Salah satu cara untuk memperkokoh persatuan yaitu dengan cara belajar dan berbangga dengan budaya daerah tapi tidak membenci budaya orang lain. Maka arus yang dibilang globalisasi, dapat diterima dengan tidak meninggalkan jati diri bangsa. Pancasila itu bukan sekedar lambang, tapi "Pancasilakan-lah dirimu". 
Karena manusia dilahirkan ke dunia pasti dengan ada maksud dan tujuan dari Yang Maha Kuasa, tidak terkecuali dengan kita yang dilahirkan di negara ini. Bangun bangsa ini. Buat pondasi yang kuat di diri kita dan siapa pun itu di lingkungan kita. Bangsa yang sejati adalah bangsa yang mengenal dirinya. Dan bangsa yang mempunyai budaya yang tua dan kuat.. tidak akan pernah musnah.
Sekian. 
Semoga bermanfaat.