Lampung, 4 Juni - 8 Juni 2012.
Cuti kali ini berencana untuk pergi ke Sumatera. Dan Lampung pun jadi target liburan kali ini sekalian silaturahmi ke saudara sepupu yang ada disana. Tepatnya beralamat di kecamatan sungai menang, kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Sebenarnya daerah ini lebih dekat dengan Lampung daripada Sumatera Selatan. PT Wachyuni Mandira (WM) sebagai pengelola daerah tersebut dimana perusahaan ini bergerak dalam bidang usaha salah satunya adalah tambak udang. Di pulau ini yang katanya adalah pulau buatan, punya banyak tambak udang didalamnya. Dan suami sepupu saya merupakan salah satu pegawai dari perusahaan tersebut.
Cuti kali ini berencana untuk pergi ke Sumatera. Dan Lampung pun jadi target liburan kali ini sekalian silaturahmi ke saudara sepupu yang ada disana. Tepatnya beralamat di kecamatan sungai menang, kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Sebenarnya daerah ini lebih dekat dengan Lampung daripada Sumatera Selatan. PT Wachyuni Mandira (WM) sebagai pengelola daerah tersebut dimana perusahaan ini bergerak dalam bidang usaha salah satunya adalah tambak udang. Di pulau ini yang katanya adalah pulau buatan, punya banyak tambak udang didalamnya. Dan suami sepupu saya merupakan salah satu pegawai dari perusahaan tersebut.
Perjalanan pun
dimulai dari stasiun Gambir, dengan membeli tiket bis Damri Jakarta – Lampung
seharga Rp. 115.000 untuk kelas bisnis, dan jam 10 malam bis pun diberangkatkan menuju pelabuhan Merak
terlebih dahulu. Tidak butuh waktu lama untuk sampai Merak, bis pun memasuki
badan ferry. Didalam ferry kurang lebih memakan waktu hampir 3 jam untuk sampai
pelabuhan Bakaheuni. Sampai di Bakaheuni, bis pun meluncur, tepatnya jam 7 pagi
bis sampai di Bandar Lampung.
Terdapat 2 pul
bis Damri di Bandar Lampung, yaitu di stasiun karang dan di dekat terminal
Bandar Lampung. Saya pun memilih untuk turun di pul Damri yang berada di dekat
terminal. Sampai disana perjalanan pun masih dilanjutkan dengan mencari travel
untuk mengantarkan saya ke dermaga Rawajitu. Dengan bantuan sahabat sepupu saya
maka saya pun diantarkan ke travel yang biasa mengantar penumpang ke daerah
sana. Biaya travel Rp. 80.000.
Sekitar 8
penumpang di dalam mobil travel tersebut berangkat menuju dermaga Rawajitu
sekitar jam 9 pagi. Perjalanan yang panjang kurang lebih 7 jam. Sewaktu
perjalanan kesana, dari daerah kota disambung dengan melewati daerah
perkampungan, melewati perkebunan kelapa sawit yang sangat luas dan akhirnya
tidak ada pemandangan apa-apa hanya tanah merah pun kami lewati. Sekitar jam 5
sore mobil travel pun sampai di dermaga Rawajitu. Dermaga tersebut berada di
ujung pasar daerah Rawajitu.
Perkebunan Kelapa Sawit
Hanya dengan berkendara speedboat, saya bisa ke lokasi PT. WM. Dengan membayar Rp. 50.000 per orang, perjalanan dengan menggunakan speedboat pun dimulai. Seperti ada di film Anaconda, benar-benar pengalaman baru. Awalnya terdapat banyak rumah dipinggir sungai tersebut tapi makin ketengah hanya ada pemandangan sungai tapi mirip seperti rawa, mungkin juga ada banyak buaya dipinggir muara tersebut.
Kapal
Diperempat jalan saya dan rombongan pun wajib lapor ke security milik PT. WM, dimana semua orang yang keluar dan masuk PT. WM wajib lapor ke petugas. Perjalanan pun dilanjutkan lagi, suasana sore itu benar-benar membius saya ke dunia lain, tidak ada keramaian, hanya ada suara speedboat, suara burung camar, pemandangan rawa dan langit sore yang kejinggaan. Benar-benar daerah pedalaman.
Sekitar hampir 1
jam saya pun diantar ke kanal depan rumah sepupu saya. Jadi setiap beberapa
rumah, terdapat kanal dimana ini merupakan tempat transit dari speedboat ke daratan.
Daerah ini sebagian besarnya adalah para pegawai PT. WM. Mereka juga banyak
yang membuka usaha seperti berjualan di pulau tersebut. Jadi sangat sedikit
sekali orang yang tinggal disana tapi bukan pegawai yang bekerja untuk PT. WM. Dan
rata-rata mereka membawa keluarganya untuk tinggal disana.
Kanal, Jembatan Kayu
Keesokan harinya saya pun diajak putar-putar daerah tersebut. Ternyata ini benar-benar seperti pulau kecil yang dikelilingi oleh air, antara rumah dan sungai dibuat jalan kendaraan yang hanya cukup untuk 2 arah baik sepeda atau motor. Jika saya berputar daerah ini maka tidak ada pemandangan lain selain air sungai disisinya. Yang lucunya disana banyak motor tapi tidak ada satu pun yang menggunakan kaca spion, dan sudah pasti tidak ada polisi yang akan menilang para pengguna motor. Tidak ada mobil karena jalanannya saja hanya cukup untuk 2 motor.
Kondisi Jalanan
Terdapat
beberapa TK, SD, SMP dan SMA. Katanya dulu pernah ada perguruan tinggi sekelas
D3, tapi sudah ditiadakan karena tempat tersebut dijadikan tempat operasional
perusahaan. Ada beberapa kumpulan toko (sekitar kurang dari 10 toko) yang
menjual segala kebutuhan, dan oleh orang-orang disebut pasar J Yang lucunya lagi, setiap toko bisa dihutangkan, jadi para pembeli
bisa membawa buku kecil dan menulis apa saja yang telah dibeli, maka pembayaran
bisa ditanggungkan di minggu atau bulan depan. Tapi karena daerah tersebut
cukup terpencil, maka kebutuhan akan sehari-hari pun cukup mahal. Disana rata-rata
setiap rumah punya parabola karena jika tidak pasang, maka tidak akan mungkin
mendapat channel stasiun tv.
Beberapa tempat
disana salah satunya terdapat koperasi, kantor kepala desa, kantor karyawan, poliklinik,
3 tower provider, gudang makanan untuk udang yang ditambak, gudang speedboat,
gudang listrik untuk penerangan daerah tersebut, gudang bensin, stasiun radio, lapangan
bola, lapangan futsal, kantin untuk cari sarapan pagi, dan tempat beribadat
untuk muslim, kristiani, budha dan hindu. Sesekali saya juga melihat kebun
kecil seperti kol, bayam dan kangkung.
Tempat untuk
menambak udang oleh mereka disebut jalur. Ada banyak tambak udang disana, tapi
jauh dari daerah pemukiman, dibatasi oleh jembatan diantaranya. Jika panen tiba
dan kondisi cuaca sedang bagus, maka satu tambak bisa menghasilkan sekitar 3
ton udang. Proses panen memakan waktu seharian dan pengisian kembali tambak
juga memakan waktu satu hari. Bibit udang sebelumnya diteliti terlebih dahulu
dilab sebelum disebarkan ke tambak, jadi bibitnya juga merupakan bibit pilihan.
Sekali saya
melihat proses panen udang, ada banyak pekerja disana, jadi ternyata tempat
untuk menambak udang itu seperti empang tapi dibawahnya bukan tanah melainkan
seperti terpal tebal yang diimport langsung dari Amerika. Awalnya jaring lebar
direntangkan ke tambak, dan air disurutkan, setelah benar-benar surut maka para
penambak memindahkan udang-udang tersebut ke keranjang besar. Udangnya berwarna
putih bening, berkumis dan besar-besar. Terdapat ikan nila juga ditambak
tersebut dan kondisinya juga besar dan terlihat sangat segar. Lalu segera
dibawa ke tempat pendinginan agar tidak cepat busuk.
Para Penambak Udang
Keponakan Bersama Udang
Kesukaan saya
sewaktu disana adalah bermain sepeda, melihat pagi dari atas jembatan, melihat
pantulan sinar matahari yang memantul dari air sungai dan menikmati sore dari
pinggir kanal. Jika malam disana sangat gelap dan agak menakutkan, terlebih
jika hujan besar, dan lucunya lagi jika akan mati lampu maka akan ada sirine
yang berbunyi ke segala penjuru yang menandakan bahwa akan mati lampu dan dimohon
untuk bersiap lampu genset.
Tenangnya Pagi
Hening Siang Dan Kapalnya
Menikmati Senja Sore
Pussy Pun Terlihat Bersahabat Dengan Sore
Hampir Malam
Senang sekali dengan
moment disana, apalagi bertepatan juga dengan pertandingan bola antar RT, ramai
sekali dan bercampur logat antara Jawa dan Sumatera. Euforia 2 pulau pun
menyatu jadi satu disana. Banyak orang Jawa disana sebanding dengan orang
Sumatera. Anak-anak kecil disana bermain layaknya seperti anak-anak, ada yang
bermain ayunan yang terbuat dari jaring, ada yang mencoba mengambil mangga, ada
yang memetik bunga dan bermain sepeda. Melihat kebebasan mereka di masanya
kanak-kanak mengingatkan saya akan senangnya saatnya menjadi kanak-kanak, tidak
dengan bermain video game tapi menghabiskan waktu bermain ya dengan bermain :)
Pertandingan Bola
Disana saya
seperti imigran yang bertemu dengan banyak latar belakang budaya. 5 hari disana
merupakan pengalaman yang tidak akan terlupakan, seperti terhipnotis dari
bisingnya kota, menikmati indahnya alam, budaya dan membuat saya menjadi lebih
bersyukur akan hidup. Walaupun bekerja dan ditempatkan didaerah terpencil dan pedalaman,
tapi saya rasa penduduk disana adalah orang-orang yang bisa “menikmati hidup”. Semoga
para penduduk disana diberi sehat dan damai selalu.
Salam,
Semoga memberi inspirasi.
Semoga memberi inspirasi.