Sabtu, 21 Juli 2012

Dibalik Keindahan Tambak Udang, milik PT. Wachyuni Mandira (WM)

Lampung, 4 Juni - 8 Juni 2012.

Cuti kali ini berencana untuk pergi ke Sumatera. Dan Lampung pun jadi target liburan kali ini sekalian silaturahmi ke saudara sepupu yang ada disana. Tepatnya beralamat di kecamatan sungai menang, kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Sebenarnya daerah ini lebih dekat dengan Lampung daripada Sumatera Selatan. PT Wachyuni Mandira (WM) sebagai pengelola daerah tersebut dimana perusahaan ini bergerak dalam bidang usaha salah satunya adalah tambak udang. Di pulau ini yang katanya adalah pulau buatan, punya banyak tambak udang didalamnya. Dan suami sepupu saya merupakan salah satu pegawai dari perusahaan tersebut.
Perjalanan pun dimulai dari stasiun Gambir, dengan membeli tiket bis Damri Jakarta – Lampung seharga Rp. 115.000 untuk kelas bisnis, dan jam 10 malam  bis pun diberangkatkan menuju pelabuhan Merak terlebih dahulu. Tidak butuh waktu lama untuk sampai Merak, bis pun memasuki badan ferry. Didalam ferry kurang lebih memakan waktu hampir 3 jam untuk sampai pelabuhan Bakaheuni. Sampai di Bakaheuni, bis pun meluncur, tepatnya jam 7 pagi bis sampai di Bandar Lampung.
Terdapat 2 pul bis Damri di Bandar Lampung, yaitu di stasiun karang dan di dekat terminal Bandar Lampung. Saya pun memilih untuk turun di pul Damri yang berada di dekat terminal. Sampai disana perjalanan pun masih dilanjutkan dengan mencari travel untuk mengantarkan saya ke dermaga Rawajitu. Dengan bantuan sahabat sepupu saya maka saya pun diantarkan ke travel yang biasa mengantar penumpang ke daerah sana. Biaya travel Rp. 80.000.
Sekitar 8 penumpang di dalam mobil travel tersebut berangkat menuju dermaga Rawajitu sekitar jam 9 pagi. Perjalanan yang panjang kurang lebih 7 jam. Sewaktu perjalanan kesana, dari daerah kota disambung dengan melewati daerah perkampungan, melewati perkebunan kelapa sawit yang sangat luas dan akhirnya tidak ada pemandangan apa-apa hanya tanah merah pun kami lewati. Sekitar jam 5 sore mobil travel pun sampai di dermaga Rawajitu. Dermaga tersebut berada di ujung pasar daerah Rawajitu.
Perkebunan Kelapa Sawit

Hanya dengan berkendara speedboat, saya bisa ke lokasi PT. WM. Dengan membayar Rp. 50.000 per orang, perjalanan dengan menggunakan speedboat pun dimulai. Seperti ada di film Anaconda, benar-benar pengalaman baru. Awalnya terdapat banyak rumah dipinggir sungai tersebut tapi makin ketengah hanya ada pemandangan sungai tapi mirip seperti rawa, mungkin juga ada banyak buaya dipinggir muara tersebut.  
Kapal

Diperempat jalan saya dan rombongan pun wajib lapor ke security milik PT. WM, dimana semua orang yang keluar dan masuk PT. WM wajib lapor ke petugas. Perjalanan pun dilanjutkan lagi, suasana sore itu benar-benar membius saya ke dunia lain, tidak ada keramaian, hanya ada suara speedboat, suara burung camar, pemandangan rawa dan langit sore yang kejinggaan. Benar-benar daerah pedalaman.
Sekitar hampir 1 jam saya pun diantar ke kanal depan rumah sepupu saya. Jadi setiap beberapa rumah, terdapat kanal dimana ini merupakan tempat transit dari speedboat ke daratan. Daerah ini sebagian besarnya adalah para pegawai PT. WM. Mereka juga banyak yang membuka usaha seperti berjualan di pulau tersebut. Jadi sangat sedikit sekali orang yang tinggal disana tapi bukan pegawai yang bekerja untuk PT. WM. Dan rata-rata mereka membawa keluarganya untuk tinggal disana.
Kanal, Jembatan Kayu

Keesokan harinya saya pun diajak putar-putar daerah tersebut. Ternyata ini benar-benar seperti pulau kecil yang dikelilingi oleh air, antara rumah dan sungai dibuat jalan kendaraan yang hanya cukup untuk 2 arah baik sepeda atau motor. Jika saya berputar daerah ini maka tidak ada pemandangan lain selain air sungai disisinya. Yang lucunya disana banyak motor tapi tidak ada satu pun yang menggunakan kaca  spion, dan sudah pasti tidak ada polisi yang akan menilang para pengguna motor. Tidak ada mobil karena jalanannya saja hanya cukup untuk 2 motor.

Kondisi Jalanan
Terdapat beberapa TK, SD, SMP dan SMA. Katanya dulu pernah ada perguruan tinggi sekelas D3, tapi sudah ditiadakan karena tempat tersebut dijadikan tempat operasional perusahaan. Ada beberapa kumpulan toko (sekitar kurang dari 10 toko) yang menjual segala kebutuhan, dan oleh orang-orang disebut pasar J Yang lucunya lagi, setiap toko bisa dihutangkan, jadi para pembeli bisa membawa buku kecil dan menulis apa saja yang telah dibeli, maka pembayaran bisa ditanggungkan di minggu atau bulan depan. Tapi karena daerah tersebut cukup terpencil, maka kebutuhan akan sehari-hari pun cukup mahal. Disana rata-rata setiap rumah punya parabola karena jika tidak pasang, maka tidak akan mungkin mendapat channel stasiun tv.
Beberapa tempat disana salah satunya terdapat koperasi, kantor kepala desa, kantor karyawan, poliklinik, 3 tower provider, gudang makanan untuk udang yang ditambak, gudang speedboat, gudang listrik untuk penerangan daerah tersebut, gudang bensin, stasiun radio, lapangan bola, lapangan futsal, kantin untuk cari sarapan pagi, dan tempat beribadat untuk muslim, kristiani, budha dan hindu. Sesekali saya juga melihat kebun kecil seperti kol, bayam dan kangkung.  
Tempat untuk menambak udang oleh mereka disebut jalur. Ada banyak tambak udang disana, tapi jauh dari daerah pemukiman, dibatasi oleh jembatan diantaranya. Jika panen tiba dan kondisi cuaca sedang bagus, maka satu tambak bisa menghasilkan sekitar 3 ton udang. Proses panen memakan waktu seharian dan pengisian kembali tambak juga memakan waktu satu hari. Bibit udang sebelumnya diteliti terlebih dahulu dilab sebelum disebarkan ke tambak, jadi bibitnya juga merupakan bibit pilihan.
Sekali saya melihat proses panen udang, ada banyak pekerja disana, jadi ternyata tempat untuk menambak udang itu seperti empang tapi dibawahnya bukan tanah melainkan seperti terpal tebal yang diimport langsung dari Amerika. Awalnya jaring lebar direntangkan ke tambak, dan air disurutkan, setelah benar-benar surut maka para penambak memindahkan udang-udang tersebut ke keranjang besar. Udangnya berwarna putih bening, berkumis dan besar-besar. Terdapat ikan nila juga ditambak tersebut dan kondisinya juga besar dan terlihat sangat segar. Lalu segera dibawa ke tempat pendinginan agar tidak cepat busuk.
Para Penambak Udang
Keponakan Bersama Udang
Kesukaan saya sewaktu disana adalah bermain sepeda, melihat pagi dari atas jembatan, melihat pantulan sinar matahari yang memantul dari air sungai dan menikmati sore dari pinggir kanal. Jika malam disana sangat gelap dan agak menakutkan, terlebih jika hujan besar, dan lucunya lagi jika akan mati lampu maka akan ada sirine yang berbunyi ke segala penjuru yang menandakan bahwa akan mati lampu dan dimohon untuk bersiap lampu genset.
Tenangnya Pagi
Hening Siang Dan Kapalnya
Menikmati Senja Sore
Pussy Pun Terlihat Bersahabat Dengan Sore
Hampir Malam
Senang sekali dengan moment disana, apalagi bertepatan juga dengan pertandingan bola antar RT, ramai sekali dan bercampur logat antara Jawa dan Sumatera. Euforia 2 pulau pun menyatu jadi satu disana. Banyak orang Jawa disana sebanding dengan orang Sumatera. Anak-anak kecil disana bermain layaknya seperti anak-anak, ada yang bermain ayunan yang terbuat dari jaring, ada yang mencoba mengambil mangga, ada yang memetik bunga dan bermain sepeda. Melihat kebebasan mereka di masanya kanak-kanak mengingatkan saya akan senangnya saatnya menjadi kanak-kanak, tidak dengan bermain video game tapi menghabiskan waktu bermain ya dengan bermain :)
Pertandingan Bola
Disana saya seperti imigran yang bertemu dengan banyak latar belakang budaya. 5 hari disana merupakan pengalaman yang tidak akan terlupakan, seperti terhipnotis dari bisingnya kota, menikmati indahnya alam, budaya dan membuat saya menjadi lebih bersyukur akan hidup. Walaupun bekerja dan ditempatkan didaerah terpencil dan pedalaman, tapi saya rasa penduduk disana adalah orang-orang yang bisa “menikmati hidup”. Semoga para penduduk disana diberi sehat dan damai selalu.
Salam,
Semoga memberi inspirasi.